Tidak sampai disitu, PNG yang sudah menjalin hubungan 'mesrah' dengan Jakarta itu , pada pertemuan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) Minggu lalu di Niuw, telah memblokade persoalan Papua Barat yang hendak diangkat. Padahal, pemerintah PNG melalu Michael Somare, sesuai hasil kesepakatan yang lalu di Tonga, mengatakan akan mengagendakan persoalan Papua Barat kemudian.
Soerjanto mengatakan hubungan bilateral antara Indonesia dan PNG sudah teratur atas kesepakatan kedua negara dalam menjaga integritas wilayah kedua itu, termasuk persetujuan perbatasan PNG-RI.
Padahal, Indonesia, seperti yang dilaporkan harian The National, PNG beberapa waktu lalu, Pesawat tempur Indonesia kerap kali melewati wilayah otoritas PNG. Indonesia sudah berulang kali meminta maaf atas pelanggaran perbatasan yang dilakukan oleh TNI Angkatan Darat maupun Angkatan Udara.
..............................................
http://www.kabarpapua.com
Presiden SBY Menilai Kontrak Gas Papua Rugikan Negara
Saturday, August 30, 2008 | News with 0 komentar »Hidayatullah.com--Presiden menyatakan hal ini ketika DPR mempersiapkan sidang hak angket atas sejumlah kebijakan energi, termasuk kenaikan harga BBM. Keputusan untuk merundingkan kembali harga jual gas sumur Tangguh, Papua, diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat Kabinet Kamis sore.
menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, formula penentuan harga dalam kontrak penjualan gas Tangguh merupakan yang paling jelek dan terparah dalam sejarah perminyakan dunia. Wapres memperkirakan potensi kerugian negara akibat kontrak itu mencapai 75 triliun rupiah.
...........................................
http://kabarpapua.com
Sidang Pleno Penetapan Pemekaran Provinsi Papua Tengah Dielar di Bali
Saturday, August 30, 2008 | News with 0 komentar »Seperti yang dilaporkan Ketua Front PEPERA PB Konsulat Indonesia Wilayah Bali, Ongkama Walela, pertemuan tersebut dibuat secara tertutup pada pukul 11.00 pagi. "Mereka (peserta DPRD Mimika) sengaja membungkusi agenda tersebut dengan pertemuan RAPBD tahun 2009, agar tidak dicurigai oleh Mahasiswa Papua Barat, khususnya aktivis Mahasiswa Papua" jelas Ongkama.
Saat acara berlangsung, masih menurut Ongkama, dirinya bersama kawan-kawannya hendak memantau pertemuan itu, namun saat hendak masuk, mereka tidak diijinkan. Bahkan, mereka ditanya, apakah mereka adalah dari Front PEPERA PB, AMP atau AMPTPI. Ongkama menyesalkan pertemuan itu, sebab menurutnya, Pemekaran itu sudah ditolak oleh rakyat di wilayah pegunungan tengah pada 2004 lalu. "Tahun 2004 itu sudah terjadi korban rakyat Papua Barat dalam menolak Pemekeran Propinsi Papua Tengah di Timika, apa kepentingan orang-orang itu sangat tidak jelas", pungkasnya.
"Sangat aneh, bahwa sidang DPR saja bisa memilih kota pariwisata jauh-jauh. Kenapa tidak di adakan di MIMIKA?", tambahnya. Salah satu peserta yang hadir beralasan bahwa, Mereka (Anggota DPRP Mimika) sekaligus mengadakan studi banding di Bali.
Ongkama mewakili komunitas Papua yang berada di Bali menyatakan bahwa mereka tetap menolak Pemekara dan Otsus. "kami tetap tolak pemekaran dan paket otsus!, kami tetap berpihak pada aspirasi rakyat untuk menentukan nasip sendiri", tegasnya menutupi komentar.
Seperti yang diketahui bahwa gagasan rekomendasi pemekaran itu dibuat oleh peneliti S2 PLOD UGM Jogjakarta, yang beberapa waktu lalu meneliti dan meloloskan 6 kabupaten pemekaran di wilayah pegunungan tengah Papua.
.................................................
http://www.kabarpapua.com
MANOKWARI (Papua Student) – Tragis, sersan Mayor Bram Wariensi, oknum anggota TNI Kaimana, Papua Barat, Selasa ( 26/8), ditahan Polisi Militer setempat setelah menembak warga sipil, Sri Lestari (31). Penembakan dipicu api cemburu pelaku terhadap korban yang merupakan mantan kekasihnya. Hingga kini, korban dirawat intensif di Rumah Sakit TNI AL Sorong. Peristiwa bermula saat Lestari dan temannya La Ode Madaki (28) berbelanja di Pasar Baru Kaimana. Tiba-tiba, Bram yang berseragam tentara mencegat keduanya. Ia menyeret Lestari.Melihat penganiayaan yang dialami temannya, Madaki berusaha melerai. Namun, komandan pos di Kampung Lobo Teluk Triton ini malah mencabut pistol di sarungnya. Moncong pistol pun diarahkan ke kepala Madaki.
Madaki berusaha menepis moncong pistol dan terkena tembakan di lengan tangan kanan. Ini membuatnya tak berdaya mencegah Bram yang kembali menyeret Lestari ke belakang pasar di sekitar toilet umum. Ratusan warga yang mengetahui peristiwa ini tak berani mendekat karena pelaku bersenjata api.
Di situ, terjadi percekcokan dan pertengkaran fisik antara korban dan pelaku. Kali ini, Bram kembali tak mampu meredam emosinya dan menarik pelatuk pistol hingga timah panas menembus tubuh korban. Korban dilarikan ke Puskesmas Kaimana. Hasil visum menunjukkan korban tertembak di punggung dan melukai hati serta paru-paru. Tim medis setempat merujuk korban segera dirawat di Rumah Sakit TNI AL Sorong.
Usai penembakan, pelaku lari dan menyerahkan diri ke Polisi Militer Kaimana dan langsung ditahan di ruang tahanan setempat. Komandan Kodim 1706 Fakfak Letnan Kolonel (Inf) Asep Joko Ruchwarsito mengatakan peristiwa ini merupakan kesalahan anggotanya. "Pihak keluarga sudah kami temui dan memastikan oknum anggota kami ini dihukum setimpal perbuatannya. Pelaku telah membuat banyak pelanggaran," ujar Asep yang akan ke Kaimana untuk memproses peristiwa itu.
Dikatakan, peristiwa disebabkan cinta segitiga antara korban dan pelaku. Bram telah memiliki isteri di Kaimana. Asep menyesalkan permasalahan pribadi ini berujung pada penggunaan senjata api dan membahayakan nyawa warga sipil.
Ia mengatakan Bram belum pernah mendapatkan rapor merah selama bertugas di Kaimana. Komandan Rayon Militer (Danramil) Letnan Dua (Inf) Roby Daud mempercayai Bram untuk memegang pistol dan bertugas sebagai komandan pos di Lobo (salah satu kampung di Teluk Triton Kaimana). "Ini menunjukkan selama ini pelaku tidak pernah membuat masalah," kata Asep.
Kondisi aman
Dihubungi terpisah, Kepala Polres Kaimana Ajun Komisaris Besar Edy Swasono mengatakan kepolisian telah memediasi pertemuan tokoh masyarakat Jawa dan Krey serta tokoh adat setempat dan aparat TNI . "Kami berharap masyarakat bisa menahan diri dan tidak terprovokasi sehingga tidak terbawa ke isu Sara," ujarnya.Hingga petang kemarin, Edy mengatakan kondisi di Kaimana masih berjalan normal. Ia mengatakan kasus ini ditangani Polisi Militer Kaimana..............................................
http://www.papuapos.com
Selengkapnya......
Jayapura (Papua Student) - Kepolisian Daerah (Polda) Papua saat ini masih menunggu izin dari Presiden untuk memeriksa Bupati Tolikara, Jhon Tabo sebagai tersangka dalam dalam dugaan korupsi saat menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Jayawijaya periode 1999 - 2004. Direktur Reskrim Polda Papua, Kombes Pol Paulus Waterpauw, di Jayapura, Selasa mengakui, pihaknya sudah mengirim surat ke Kapolri untuk meminta persetujuan dari Presiden guna memeriksa yang bersangkutan sebagai tersangka karena selama ini baru sebagai saksi.
Surat permohonan itu sudah dikirim pada 19 Agustus lalu, jelas Kombes Waterpauw seraya menambahkan, dalam surat tersebut pihaknya meminta izin pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana APBD sebesar Rp 170 juta.
Kombes Waterpauw juga mengatakan, selain itu pihaknya juga meminta izin untuk memeriksa dalam dugaaan kasus penggunaan dana Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2003 sebesar Rp4,7 M. Khusus untuk dugaan kasus korupsi dana APBD dilingkungan DPRD Jayawijaya negara dirugikan sekitar Rp 34 M.
Kasus tersebut sudah menyeret 35 mantan anggota DPRD Jayawijaya, tiga orang diantaranya yang saat itu menjabat wakil ketua sudah diputus satu tahun penjara oleh PN Wamena.
Para mantan anggota DPRD Jayawijaya itu kasusnya dibagi dalam empat berita acara pemeriksaan (BAP) yakni satu kasus berisi tiga mantan wakil ketua, satu berkas berisi mantan delapan anggota, satu berkas berisi 21 mantan anggota dan satu berkas lainnya masih menunggu izin dari Presiden untuk memeriksa Bupati Tolikara sebagai tersangka.Tiga BAP lainnya sudah disidangkan di PN Wamena bahkan satu diantaranya sudah diputus.
Belum Tahu
Bupati Tolikara Jhon Tabo ketika dihubungi secara terpisah menegaskan pihaknya belum mengetahui kalau dirinya jadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan DPRD Jayawijaya.’’Saya memang pernah dimintai keterangan sebagai saksi namun bila berubah status maka saya baru akan memenuhi panggilan polisi bila ada surat ijin dari Presiden", tegas Bupati Jhon Tabo.
Bupati Tolikara juga menegaskan kalau dirinya sudah mengembalikan dana sebesar Rp 170 juta ke kas negara. Uang tersebut sudah saya kembalikan melalui kas Pemda Jayawijaya dan buktinya sudah saya serahkan saat pemeriksaan, tegas Bupati Tolikara Jhon Tabo. Selengkapnya......Pangdam: Jangan Korbankan Rakyat Demi Kepentingan Pribadi
Tuesday, August 26, 2008 | News with 0 komentar »WAMENA (papuastudent) -Sepekan setelah resmi menjabat sebagai Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI A.H Nasution, Senin (26/8) kemarin melaksanakan kunjungan kerja (Kunker) ke Kabupaten Jayawijaya. Ditempat ini, mantan Pangdivif 2 ini mengunjungi beberapa lokasi, diantaranya Markas Kodim 1702/Jayawijaya, Markas Yonif 756/WMS, Pos Satgaspam TNI di Napua, Walesi dan Woma.
Di dua tempat itu, Pangdam menyerahkan bantuan sejumlah bahan makanan (Bama), pakaian, karpet masjid Walesi dan uang. Saat ditemui Pangdam mengungkapkan, dipilihnya Wamena menjadi daerah pertama tempat pelaksanaan kunjungan kerja, karena di tempat ini, selain ada Kodim juga ada Batalyon yang memiliki wilayah cukup luas.
"Pada prinsipnya semua wilayah yang ada di Papua itu sama saja. Hanya saja yang saya dengar-dengar bahwa kalau belum ke menginjakkan kaki ke Wamena katanya belum ke Papua," ujar Pangdam kepada Cenderawasih Pos, kemarin.
Karena itu, mendengar perkataan itu, dirinya merasa terpanggil dan tertarik untuk segera datang ke Wamena. Sebab, dengan melihat kondisi wilayah Wamena, harapannya kondisi dan situasi Papua secara menyeluruhnya bisa dipahaminya.
Untuk itu, supaya dirinya bisa cepat tahu dan paham tentang Papua, maka upaya yang harus dilakukan adalah secepat mungkin datang ke Kota Wamena dulu. Sehingga dengan melihat Wamena, praktis dirinya bisa lebih awal memahami gambaran Papua.
Ditanya apakah ada motivasi lain, seperti halnya dari aspek keamanan, Wamena merupakan daerah Abu-abu (rawan keamaman), dengan tegas Pangdam membantahnya.
" Siapa yang bilang Wamena keamanannya tidak kondusif. Yang saya lihat warga masyarakatnya sangat tenang, bahkan warga memberikan sambutan yang sangat luar biasa setiap ada pejabat datang. Anda (Cepos) lihat sendiri kan, di sepanjang jalan mereka menyapa kami dan melambai-lambai tangan," terangnya.
Meski diakui sampai saat ini, masih ada saudara-saudara sesama anak bangsa yang sementara ini masih memiliki perbedaan ideology, yaitu Organisasi Papua Merdeka (OPM), dirinya tetap akan berupaya untuk menghimbau mereka dengan baik dan menyadarkan untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Itu semua kata bapak dua cucu itu, bisa dilakukan jika mereka itu sudah menganggap kita ini sesama saudara, dan bukan orang lain. Karena itu, dirinya menekankan kepada setiap prajurit, pentingnya mereka itu harus menjadi orang Papua.
" Saya yakin sebenarnya mereka itu tidak memiliki pemikiran-pemikiran yang berseberangan dengan NKRI, tapi mereka itu hanya korban dari kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan pribadi dan menghasut (memprovokasi) masyarakatnya," tandasnya.
Kalau masyarakat sendiri menurut Pangdam, sangat tidak mungkin memiliki pemikiran-pemikiran seperti itu. Sebab, hal itu bisa dilihat dengan betapa lugunya mereka, betapa ikhlas dan bersahabatnya warga masyarakat.
Seperti yang dilihat sendiri, setiap rombongan Pangdam melintasi jalan, warga masyarakat saling menyapa dan memberi salam dengan penuh keihklasan dan kerendahan. Mana ada kehidupan santuan seperti itu ditemui di Jawa, bahkan satu sama lain sudah tidak peduli.
" Namun yang kami lihat sendiri sikap persaudaraan dan keakraban antar sesama sangat tinggi. Kalau ada orang yang membuatnya tidak seperti itu, sudah pasti ada pihak-pihak tertentu yang menghasutnya hanya untuk mengejar kepentingan pribadi dengan mengorbankan warganya," jelasnya.
Dia menambahkan, kalau ada warga masyarakat berbuat salah yang bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila, pasti ada orang-orang tertentu yang tujuannya hanya ingin membuat kacau daerah saja. " Karena itu saya minta warga masyarakat jangan dikorbankan untuk kepentingan pribadi," pintanya
TNI Bidik Hati Rakyat
Sementara itu ketika memberikan pengarahan kepada prajurit Yonif 756/WMS,Pangdam menegaskan, di Negara ini TNI tidak memiliki musuh, yang ada adalah lawan beda pendapat. Terhadap lawan beda pendapat itu, bukan senjata yang digunakan, tapi mulut dan pendekatan-pendekatan kasih sayang yang harus dikedepankan.
" Sasaran tembak yang harus dibidik TNI adalah hati rakyat. Bagaimana prajurit bisa menarik simpati rakyat, kuncinya adalah harus memahami, menghayati dan melaksanakan 8 wajib TNI. Sebab, muara dari 8 Wajib TNI itu adalah harus berbuat yang terbaik kepada rakyat," ujarnya.
Dikatakan, sebagai prajurit yang bertugas di Papua, maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah harus menjadi orang Papua. Terlepas apakah prajurit itu berasal dari suku Jawa, Batak dan Sulawesi dan sebagainya, namun jika sudah berada di Papua, harus bisa menjadi orang Papua.
Sehingga setiap ada persoalan di masyarakat, penyelesaiannya harus menggunakan pendekatan budaya. Keberadaan budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, harus dihormati, dijunjung dan diikuti.
"Saya minta kepada para prajurit jangan sombong, apalagi dengan masyarakat yang ada di lingkungannya. Sebab, jika TNI ingin disayangi rakyat, maka TNI harus sayang rakyat. Jika TNI ingin dibantu rakyat, maka TNI harus dibantu rakyat," harapnya.
Dia menambahkan, benturan antara TNI dengan rakyat bisa dihindari, jika prajurit tidak pernah menyakiti hati rakyat. Karena itu, di manapun, dan kapan saja, prajurit harus selalu mewujudkan persaudaraan dan kebersamaan dengan rakyat.
..............................................
http://www.kabarpapua.com
Wamena (Papua Student) - Kesal peringatannya tidak diindahkan atau dihiraukan, membuat oknum polisi dari Polres persiapan Kabupaten Yahukimo nekad menembak salah seorang anggota masyarakat, tepat pada bagian kaki. Akibatnya, Soni Keykera (17) harus mendapat perawatan intensif dari kesehatan setelah kakinya tertembus peluru panas dari pistol oknum polisi yang merasa kesal dengan tingkah korban.
Kapolres persiapan Yahukimo, AKBP Christian ketika dikonfirmasi masalah ini, membenarkan adanya kejadian tersebut. ‘’Ya, memang benar tadi sore ada penembakan oleh anggota kami, sekarang korbanya dalam perawatan," tuturnya.
Dikatakan, kejadian ini karena hal sepele, dimana antara korban dan oknum polisi yang menembak sama-sama tidak bisa menahan emosi. Alhasil, karena sudah emosi, si oknum polisi melakukan penembakan.Sementara itu salah masyarakat yang namanya tidak mau dikorankan menyebutkan, kejadian ini bermula ketika korban (Soni-red) sedang mengendarai sepeda motor, tetapi tidak mengenakan helm sebagai salah satu syarat kelengkapan mengendarai kendaraan roda dua.
Lantas kemudian petugas menegur korban, namun sayangnya teguran dari petugas tidak terima korban, malah korban kembali kerumah dan mengambil panah, kemudian korban mencari oknum polisi yang menegurnya. Merasa terancam, oknum polisi tersebut lalu memperingati korban untuk melepaskan anak panah yang dibawa, tetapi korban tidak mau, selanjutnya korban ditembak dan mengenai kaki korban.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi masalah ini ke Kapolda lewat telepon selularnya, tidak bisa dihubungi walau terdengar nada masuk diteleponya, demikian juga saat di SMS terkait terjadinya penembakan tidak mendapat balasan.
Sedangakn Kabid Humas Polda Papua mengatakan dirinya belum mengetahui adanya kejadian penembakan yang dilakukan oknum Polisi terhadap masyarakat.’’Kita belum mendapat laporan, jadi saya belum tahu karena saya sedang di Jakarta, nanti saya kabari kalau saya sudah mendapat beritanya," ujar kabid humas dengan ramah.
Akibat penembakan yang dilakukan si oknum Polisi, situasi kota Dekai sempat tegang, namun setelah pihak keamanan turun dan dikomandani Kapolres persiapan dnegan melakukan negoisasi perlahan-lahan tapi pasti situasi dan keamanan di Yahukimo mulai kondusif.........................................
http://papuapos.com
Selengkapnya......
Ratusan Remaja Jayapura tak Lanjutkan Sekolah
Sunday, August 24, 2008 | Pendidikan with 0 komentar »Jayapura (Papua Student), Banyak siswa lulusan SMP di Jayapura, Papua, terpaksa tidak bisa melajutkan pendidikan ke SMU karena biaya pendaftaran yang dikenakan bagi murid baru sangat tinggi.
Pantauan di SMU Gabungan Jayapura sejak 1 Juli hingga 3 Juli 2008, ratusan siswa lulusan SMP yang ingin melanjutkan pendidikan di sekolah ini terpaksa harus pulang dengan kecewa. Mereka tidak sanggup membayar biaya pendaftaran yang jumlahnya mencapai Rp1.600.000 per siswa.
Rony, salah seorang siswa lulusan SMP ingin melanjutkan sekolah di SMU Gabungan Jayapura, namun tidak mampu membayar biaya pendaftaran. Dia mengatakan, sangat kecewa karena keinginannya untuk melajutkan pendidikan di SMU ini akhirnya harus putus di tengah jalan.
"Saya terpaksa harus menganggur tahun ini karena tidak punya uang untuk mendaftar ke SMU, padahal keinginan untuk sekolah masih tinggi, tetapi karena orang tua hanya petani dan tidak mampu sehingga harus menerima kenyataan ini," ujar Rony dengan suara tersendat-sendat sambil meneteskan air mata.
Ia mengatakan, dirinya sudah berusaha mendaftar juga ke SMU lainnya yang ada di Kota Jayapura namun semuanya meminta uang pendaftaran di atas Rp 1 juta rupiah, sehingga kemungkinan untuk melanjutkan sekolah sudah tidak ada lagi.
Dikatakannya, di era otonomi khusus (Otsus) Papua ini seharusnya putra-putri orang asli Papua bisa mengenyam pendidikan secara gratis, termasuk pelayanan kesehatan, namun ternyata Otsus itu tidak ada manfaatnya.
Padahal sejak diberlakukannya Otsus Papua oleh pemerintah pusat tahun 2001, dana yang mengalir ke provinsi tertimur ini mencapai triliunan rupiah dan dana tersebut tidak dinikmati masyarakat asli Papua secara menyeluruh.
Rony berharap ada kebijakan khusus yang diberlakukan pemprov Papua bagi para siswa yang orang tuanya tidak mampu seperti dirinya sehingga bisa ikut menikmati pendidikan di tanah ini.
.........................................................................
(sumber: kompas.com, infopapua.com)
Jayapura (Papuastudent), Penerimaan mahasiswa baru Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Neheri (STPDN) di Jayapura, Papua, selama ini didominasi anak-anak pejabat di Pemerintahan Provinsi Papua dan DPR Papua (DPRP).
Hal ini akan dengan sendirinya menyisihkan anak-anak lainnya dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi namun memiliki kemampuan belajar dan memenuhi persyaratan lain yang diminta sekolah tinggi tersebuit.
Wakil Ketua Komisi A DPR Papua, Ramses Wally SH di Jayapura Kamis mengatatakan, kenyataan selama ini membuktikan justru anak-anak para pejabat di Papua yang lebih diutamakan masuk ke STPDN Jatinangor ketimbang anak-anak lainnya dari keluarga miskin dan sederhana.
Oleh sebab itu, Ramses minta panitia penerimaan mahasiswa baru STPDN di Jayapura tahun 2008 agar melakukan seleksi secara benar dan tidak main pilih kasih karena uang. Ia menilai, penerimaan mahasiswa baru STPDN di Jayapura yang dilakukan beberapa hari lalu ternyata masih mengutamakan anak-anak pejabat Pemprov Papua dan anak-anak anggota DPRP, ketimbang anak-anak dari masyarakat biasa.
Padahal ada beberapa anak pejabat yang tidak memiliki kemampuan bahkan tidak memenuhi persyaratan , baik dari ukuran tingi badan maupun postur tubuhnya serta kemampuan intelektual, tetapi dipaksakan karena adanya praktek KKN, ujarnya.
Malah Ketua DPD Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Provinsi Papua itu menegaskan, dari hasil seleksi penerimaan mahasiswa yang dilakukan panitia beberapa waktu lalu sudah ditetapkan yang lolos sebanyak 42 orang mahasiswa, tetapi kemudian ditambah lagi 10 orang mahasiswa setelah terjadi intervensi dari pejabat pemerintah.
Dengan penambahan tersebut, Ramses mensinyalir ada permainan untuk memasukkan anak-anak pejabat yang sebenarnya tidak mampu itu.
................................................................
(sumber : kompas, infopapua.com)
Nilai Pedagogis Paulo Freire dan Masa Depan Pendidikan Papua
Friday, August 22, 2008 | Pendidikan with 0 komentar »Pendidikan di tanah Papua nampaknya sudah tidak berhasil ditinjau dari aspek pedagogis. Terutama ketika terjadi peralihan kekuasaan tanah Papua dari tangan Belanda ke Indonesia. Dunia pendidikan Papua kering dari aspek pedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga seorang anak sekolah cenderung kerdil karena tidak memunyai dunianya sendiri. Untuk itu, diperlukan adanya satu upaya baru dalam menjalankan proses pembelajaran. Baru, dalam pengertian berbeda dari yang selama ini melembaga dalam dunia pendidikan di tanah Papua. Salah satu metode Paulo Freire menemukan jawaban dari sebuah pikiran kreatif dan hati nurani yang peka atas kesengsaraan dan penderitaan luar biasa di sekitarnya. Kondisi ketertindasan di daerahnya cukup menggambarkan pola keumuman praktek pendidikan di dunia ketiga. Daerah yang tertindas dari segala sisi itulah tumbuh kebudayaan bisu. Paulo Freire mengungkapkan bahwa proses pendidikan -dalam hal ini hubungan guru-murid- di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Murid lebih menyerupai bejana-bejana yang akan dituangkan air (ilmu) semau gurunya. Karenanya, pendidikan seperti ini menjadi sebuah kegiatan menabung. Murid sebagai "celengan" dan guru sebagai "penabung". Secara lebih spesifik, Freire menguraikan beberapa ciri dari pendidikan yang disebutnya model pendidikan "gaya bank" tersebut adalah: "Guru mengajar, murid diajar", "Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa", "Guru berpikir, murid dipikirkan", "Guru bercerita, murid mendengarkan", "Guru menentukan peraturan, murid diatur", "Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui", "Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya", "Guru memilih bahan dan ini pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu", " Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid", "Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka" Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank tersebut, Freire menawarkan bahwa sesungguhnya pendidikan semestinya dilakukan secara dialogis. Proses dialogis ini merupakan satu metode yang masuk dalam agenda besar pendidikan Paulo Freire yang disebutnya sebagai proses penyadaran (pendidikan pembebasan). Pendidikan Papua Sungguh Anti Realitas Pendidikan Papua tidaklah berangkat dari satu realitas masyarakat. Memang jauh dari realitas. Rakyat Papua ada di kampung-kampung dan bekerja di kebun. Tetapi, kenyataan tersebut tidak dipahami dengan baik di setiap jenjang pendidikan di Papua. Apakah dalam proses pembelajaran maupun dalam kegiatan riset. Sehingga yang hasil dari proses pendidikan adalah konsep. Hasil belajar diterapkan langsung untuk keberlangsungan hidup. Padahal pendidikan hakikatnya adalah untuk hidup. Contoh kasus pendidikan anti realitas dalam pembelajaran di Papua. Anak -anak SD di Papua harus belajar tentang Kereta, Becak, Siti, Budi, dan lain-lain (pembelajaran Jawa sentries) yang tidak ada di sekitarnya. Siswa yang baru berkembang itu tidak melihat langsung di sekitarnya tentang apa yang dia belajar itu. Semuanya adalah barang-barang yang berada di luar realitas kehidupan. Nah...dalam konteks ini, sebagai anak yang baru berkembang, secara psikologis dia selalu berada dalam situasi stres. Kita tidak dapat melihat. Mengapa? Karena apa yang dia belajar adalah sesuatu yang abstrak (tidak dapat lihat di sekitarnya). Teman mainnya, tidak ada yang namanya Siti dan Budi. Yang ada adalah nama-nama seperti Kris, Natalis dan lain-lain. Apalagi nama-nama benda, gunung dan nama-nama kota adalah sungguh jauh dari kehidupannya. Cara berpikir anak umur SD adalah mekanis, bukan analitis. Jadi, ini adalah kasus pendidikan yang anti realitas dan terkesan politis. Contoh lainnya dapat kita cermati dalam pendidikan agama di persekolahan. Pendidikan agama diajarkan secara antirealitas. Padahal pluralitas kehidupan beragama kita merupakan realitas yang tidak perlu dipungkiri lagi. Pendidikan agama masih diajarkan sebagai bagian dari usaha seseorang untuk memonopoli Tuhan dan kebenaran, dan dengan sendirinya menghakimi orang lain yang berbeda agama dengannya. Akibatnya, realitas kehidupan beragama kita kurang berfungsi sebagai pengikat persaudaraan dan membantu menumbuhkan kearifan dan sikap rendah hati untuk saling menghormati dan saling memahami perbedaan yang ada. Pada akhirnya, pluralitas kehidupan beragama lebih cenderung menjadi penyebab konflik yang tak habis-habisnya. Sementara untuk sekolah tinggi di Papua lebih mirip toko kelontong. Perguruan Tinggi yang bermunculan di Papua kini berkeping-keping dengan membuka sekaligus menawarkan aneka program studi jangka pendek dan program ekstensi. Tujuannya jelas, penjualan kelontong itu lebih berorientasi profit (mengejar keuntungan materi) ketimbang pengembangan ilmu untuk kehidupan rakyat yang lebih baik. Hanya kelompok elit sosial-lah yang yang mendapatkan pendidikan cukup baik. Anak-anak dari keluarga miskin tidak bisa sekolah sekalipun tingkat SMA. Padahal uang Otonomi Khusus berkelimpahan di Papua. Katanya. Kaum miskin menjadi kaum marjinal secara terus-menerus. Merekalah yang disebut Paulo Freire sebagai "korban penindasan". Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan semakin mendapat legitimasi lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistik, murid sebagai obyek pendidikan, instruksional dan anti dialog. Dengan demikian, pendidikan pada kenyataannya tidak lain daripada proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga. Secara ekstrim Freire menyebutkan bahwa sekolah tidak lebih dari penjinakan. Digiring ke arah ketaatan bisu, dipaksa diam dan keharusannya memahami realitas diri dan dunianya sebagai kaum yang tertindas. Bagi kelompok elit sosial, kesadaran golongan tertindas membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarkis piramidal. Penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada satu realitas masyarakat, maka orang Papua harus merefleksikannya. Ini agenda mendesak di era Otonomi Khusus. Pendidikan Papua harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subyek pendidikan. Dialog yang lahir sebagai buah dari pemikiran kritis sebagai refleksi atas realitas. Hanya dialoglah yang menuntut pemikiran kritis dan melahirkan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Sebagai respon atas praktek pendidikan anti realitas, Freire mengharuskan bahwa pendidikan harus diarahkan pada proses hadap masalah. Titik tolak penyusunan program pendidikan atau politik harus beranjak dari kekinian, eksistensial, dan kongkrit yang mencerminkan aspirasi-aspirasi rakyat. Program tersebut diharapkan akan merangsang kesadaran rakyat dalam menghadapi tema-tema realitas kehidupan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembebasan dari pendidikan dialogis. Pendidikan yang membebaskan, menurut Freire, agar manusia merasa sebagai tuan bagi pemikirannya sendiri. Jadi, pendidikan yang harus dibangun di Papua saat ini adalah dialog dan hadap masalah. Sehingga, dalam konteks Papua, rakyat Papua menjadi tuan di atas tanahnya sendiri. Pendidikan untuk masa depan Papua haruslah dibebaskan dari suasana bisnis, agen perpanjangan kapitalisme gaya baru: kapitalisme pendidikan, dan tentu saja politisasi. Budaya pura-pura harus kita hilangkan. Sudah realitasnya seperti itu, pendidikan yang dibangun jauh dari realitas yang sudah dia lihat. Jangan pura-pura tidak tahu dan tidak melihat. Kurikulum pendidikan di Papua harus berangkat dari realitas rakyat Papua saat ini, penataan kembali pendidikan agama, penanaman demokrasi dan menumbuhkan pemikiran kritis. Karena tujuan pendidikan juga bukan hanya kognitif semata, maka tinjauan apektif dan psikomotorik harus pula dijadikan bahan acuan dalam menjalankan proses pendidikan. Pendidikan harus berangkat dan memupuk keterampilan sosial dan keterampilan hidup.
pendidikan yang dinilai tepat dijalankan di situasi daerah seperti Papua adalah konsep pendidikan Paulo Freire yang dikenal dengan pendidikan proses pembebasan.
Paulo Freire?
Tanah Papua yang katanya kaya raya itu, relitas ekonomi rakyat masih berada dalam kategori miskin dan terbelakang. Realitas ini tidak pernah dijadikan bahan pijakan untuk menentukan pmbangunan pendidikan di tanah Papua. Sekolah di Papua lebih mirip sebagai industri kapitalis daripada sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan kehidupan rakyat.
Fungsi sekolah masa lalu yang mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini tak ubahnya lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan. Otonomi Khusus yang berjalan selama enam tahun di Papua ternyata gagal membangun pendidikan untuk kehidupan rakyat Papua.
Pendidikan Papua Harus Dialogis dan Hadap Masalah
Masa Depan Pendidikan Papua
Masa depan rakyat dan tanah Papua tergantung dari sekarang. Otonomi Khusus telah berjalan enam tahun, tetapi belum menampakkan wajah perubahan pendidikan di tanah Papua. Tahun depan (2008) Otonomi Khusus akan berumur tujuh tahun. Tahun berikutnya lagi akan berumur delapan tahun dan seterusnya sampai masa 25 tahun Otonomi Khusus itu akan habis, lalu apa? Jadi, kewenangan pembangunan pendidikan di tanah Papua yang atur melalui Undang-Undang Otonomi Khusus itu benar-benar harus digunakan untuk membangun rakyat Papua di atas tanah mereka.
MERAUKE (Papua Student) - Bupati Merauke minta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat segera mencairkan seluruh dana ke KPUD-KPUD yang ada di daerah agar tahapan Pemilu bisa berjalan dengan baik. Sebab, jika KPU masih terus menahan dana yang telah dianggarkan Pemerintah daerah APBN, dikuatirkan akan mengganggu proses tahapan pemilu.
‘’Sudah seharusnya KPU mendahulukan pendistribusan dana-dananya supaya KPUD-KPUD bisa melakukan pembentukan PPS dan segalanya. Kalau masih ditahan-tahan, maka itu bisa menganggu tahapan pemilu,’’ kata Bupati Merauke Johanes Gluba Gebze, menjawab pertanyaan wartawan soal kesulitan pendanaan yang dialami KPUD Merauke untuk melakukan pelantikan PPDP, PPS dan PPD, di Bandara Mopah Merauke, kemarin.
Menurut Bupati Gebze, KPU tidak boleh terlalu membebani daerah karena Pemerintah sudah mengganggarkan lewat APBN. ‘’Kita hanya sifatnya melengkapi kekurangan yang ada karena semuanya itu sudah dianggarkan. Lalu dana itu kemana. Masa dana yang sudah dianggarkan dari APBN itu tidak segera dicairkan untuk mempercepat proses persiapan Pemilu,’’ katanya.
KPU Pusat, lanjut Bupati Gebze, harus lebih tanggap melihat kesulitan yang dialami di daerah. Sebab, bukannya Pemerintah Daerah tidak mau memberi support tapi justru support dana yang diberikan Pemerintah Daerah pada Pemilu 2004 lalu lebih besar dari dana yang disiapkan KPU Pusat. ‘’Jangan sampai KPU Pusat itu model kerjanya dari pemilu ke pemilu terus begitu. Tidak pernah ada perubahan,’’ terangnya.
Pihaknya, tambah Bupati Gebze, memang telah mengalokasikan dana untuk memback-up penyelenggaraan Pemilu 2009, namun itu yang sifatnya sendentil. ‘’Bukan kita yang harus memback-up habis-habisan segala macam. Jangan sampai kita yang utama, lalu uang dari KPU itu dikemanakan. Harus semuanya dikucurkan. Jangan kucurkan secara menetes,’’ tambahnya.
Untuk diketahui, KPUD Merauke mengaku tidak punya dana untuk melakukan pelantikan para anggota PPDP, PPS dan PPD karena KPU ternyata tidak mengganggarkan. Meski telah mendapat support anggaran dari Pemkab Merauke untuk pelantikan itu, namun menurut Ketua KPUD Merauke Eligius Gebze, masih dianggap kurang. Karena menurutnya, dana yang dibutuhkan sekitar Rp 200 juta.
Jayapura (papua Student) Kambu Siap Jika Dipanggil Komdis PSSI
JAYAPURA-Keputusan apakah Raja Isa tetap dipertahankan sebagai Pelatih Persipura di super Liga 2008, nampaknya belum ada kepastian dari pihak manajemen Persipura. Belum adanya kepastian status Raja Isa ini, diharapkan tidak berlarut-larut. Pasalnya, seperti diketahui Persipura sudah harus bersiap-siap melakoni partai away ke luar Papua, sehingga sudah tentu
membutuhkan seorang pelatih, untuk bisa meraikit strategi.
"Saya belum bisa memutuskan apakah pak raja dipertahankan atau tidak, sebab keputusan harus melalui keputusan rapat bersama antara Pengurus (kolektifitas),bukan keputusan satu orang,"ungkap Ketua Umum Persipura, Drs M.R. Kambu,M.Si saat pertemuan dengan wartawan dalam rangka meklarifikasi persitiwa pemukulan yang terjadi terhadap Raja Isa, Jumat (15/8) di ruang kerjaya di Kantor Walikota Jayapura, kemarin siang.
Namun Kata Walikota Jayapura ini, dalam waktu dekat, pasti akan ada rapat bersama antara pengurus serta manejemen Persipura, guna menentukan status Raja Isa, apakah tetap menangani Persipura Jayapura ataukah tidak. Dikatakan, keterlambatan ini juga ini disebabkan ada beberapa agenda penting yang tidak bisa ditinggalkan, terutama saat ini ada siang-sidang Raperda di DPRD Kota Jayapura, serta beberapa kesibukan lainnya. "Yang pasti dalam waktu dekat pengurus akan menentukan sikap,mengenai status pak Raja, tidak terlalu lama,"tukasnya.
Sementara itu saat ditanyai apakah dirinya bersedia, jika saja akan dipanggil oleh Komdis PSSI terkait aksi pemukulan terhadap Raja Isa, Kambu mengatakan, selaku Ketua umum Persipura dirinya siap saja untuk dipanggil, guna memberikan keterangan yang sebenarnya.
"Saya sendiri sampai saat ini belum menerima surat resmi dari Komdis PSSI, namun jika saya dipanggil mereka, saya siap untuk memberikan keterangan. Itu sudah merupakan kunsukwensi dari seorang Ketua umum, selama itu benar saya siap saja,"tukasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kambu juga kembali mengklarifiasksi adanya tudingan dirinya melakukan pemukulan terhadap Raja Isa, sebab kehadirana dirinya saat itu disamping Raja Isa, hanya untuk menanyakan" mengapa, pemain pilar diganti, sementara pemain yang seharusnya diganti, malah tetap bermain, disaat Persipura ketinggalan 0-1 dari Persijap.
"Ternyata beliau (Raja Isa), langsung mendorong saya, hal tersebutlah yang dilihat oleh beberapa pengurus panpel, sehingga langsung melakukan gerakan spontanitas,karena melihat saya didorong,"terangnnya.
Usai melakukan klarifiasi terhadap wartawan, selanjutnya para wartawan memberikan pertanyaan, yang lansung juga dijawab oleh Pak Kambu,dalam suasana akrab, diakhiri dengan doa, kemudian saling berjabatangan.
"Saya juga berharap agar masalah ini tidak diperpanjang lagi, sehingga konsentrasi dari tim kesayangan kita Persipura tidak terganggu, biarlah mereka konsentrasi sehingga Persipura tetap eksis di Super Liga,"paparnya.
Hanya saja, masuknya Ketua Umum Persipura Drs MR Kambu ke Bench Persipura dinilai sejumlah wartawan sebagai pemicu persoalan. Pasalnya sesuai dengan peraturan Superliga, yang berhak berada di sekitar lapangan adalah yang sudah masuk daftar line up. Diantaranya, 11 pemain, 7 pemain cadangan, pelatih, 7 oficial termasuk tenaga dokter.
Meski sempat menjelaskan alasannya, namun secara tegas, dirinya hanya bicara untuk menjelaskan menyangkut insiden pemukulan tersebut yang dinilai menyudutkan dirinya. Dimana pertemuan kemarin bukan untuk saling mencari kesalahan. "Yang berhak menilai salah atau tidak dari Komdis PSSI,"ujar Kambu yang hingga kemarin mengaku belum menerima surat panggilan dari PSSI terkait kejadian tersebut.
Yang jelas selaku Ketua Umum Persipura, dirinya siap untuk mempertanggungjawabkan dan menerima sanksi bila dinyatakan salah dari PSSI, sesuai aturan yang ada. "Saya siap terima sanksi sebagai suatu konsekuensi pimpinan, yang tidak hanya terima yang baik saja, tapi juga yang jelek,"tandasnya.
Sementara itu Pelatih Persipura Raja Isa sendiri, saat dihubungi lewat Hpnya, mengaku dirinya sendiri masih ingin berlatih Persipura. Bahkan dirinya berharap masalah ini tidak dibesar-besarkan lagi oleh media, hanya saja mengenai nasibnya apakah masih akan melatih Persipura ataukah dipecat, semua tergantung kepada manejemen Persipura.
"Sekali lagi saya sampaikan bahwa saya masih Pelatih Persipura, sebab belum ada surat resmi pemecatan kepada saya, yang pasti saya akan kembali ke Papua, guna menyelesaikan masalah ini,"ungkapnya.
Ada pace dua ni sebut saja Mr. X dengan Mr. Y pergi mancing ikan di danau dari pagi sampe pulang sore, cuman dapat ikan 3 (tiga) ekor saja. Pas di pertengahan jalan mau bagi ikan lalu pace dua ni bagi satu-satu begini ada kelebihan 1 pace X bilang ini untuk saja lalu pace Y bilang ni untuk saja baku tawar menawar begini ada pak polisi satu pas ada lewat begini pace dua ni pangil pak polisi.
Pak polisi ni begini kami mancing ikan tapi kami dapat cuma tiga ekor ikan sedangkan kami cuma dua orang bagimana cara baginya pak polisi?
Pak polisi jawab itu gampang saja begini satu ni untuk ko, satu lagi ni untuk ko, sedangkan satu ni untuk saya pas kan.
pace dua ni jawab pak polisi ko memang hebat terimaksih.
"Padahal pace dua ni dapat tipu dari pak polisi itu"
Jakarta, [Papua Student] -- Jajaran POLRI mulai menipis kejahatan kemanusiaannya terhadap penembakan Opinus Tabuni yang dilakukan salah satu anggota Polisi, saat perayaan damai hari pribumi internasional di Wamena, Papua Barat lalu. "Mungkin korban terkena ricochet (pantulan), " kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira di kantornya hari ini.
Sebelumnya, mereka (Jajaran Polisi bahkan Wapres, Jusuf Kalla) juga telah berhasil mengkriminalisasi kasus penembakan ini. Proses identifikasi medis juga kini diperlambat, kendati kasus itu sudah jelas-jelas dilakukan secara membabi buta oleh salah satu anggota Polri yang bertugas pada saat itu.
Seperti yang dilaporkan harian Tempo Interaktif, mereka (polisi-red) kesulitan mengidentifikasi peluru yang menembus tubuh Anthonius Tabuni. Alasan mereka, Proyektil yang ditemukan di tubuh Anthonius (Opinus -red) hanya berupa serpihan. Kuat dugaan, alasan itu akan dipakai Polisi dalam menutupi kejahatannya bahwa kejadian itu merupakan ketidaksengajaan aparat polisi atau merupakan pantulan tembakan.
Laporan: Dominikus Sorabut
(Sekertaris Panitia Perayaan)
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
Seluruh rangkaian Acara berlangsung dari jam 11.30 – 15.00, diawali dengan :
1. Pembacaan doa adat oleh 5 tokoh adat.
2. Ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Esmon Walilo,S.Th.
3. Laporan Ketua Panitia, Yulianus Hisage.
4. Sambutan Ketua Dewan Adat Wilayah La-Pago, Lemok Mabel.
5. Sebagai selingan di suguhkan tarian adat dari suku Hubula.
6. Pembacaan pesan Sekretaris Jenderal PBB oleh Sekretaris Umum Dewan Adat Papua, Leonard Imbiri.
7. Pidato Ketua Umum Dewan Adat Papua, Bapak Forkorus Yaboisembut, S.Pd. yang sekaligus mengakhiri sesi acara resmi dari perayaan hari internasional Bangsa Pribumi se-Dunia. Sesudah Ketua Dewan Adat Papua membacakan Pidato tertulis, secara lisan beliau menyampaikan beberapa penegasan tentang pidato dimaksud (Pidato selengkapnya terlampir).
PASCA INSIDEN, 9 Agustus 2008
OTOPSI JENAZAH KORBAN OTINUS TABUNI
PROSES PEMAKAMAN JENASA OPINUS TABUNI
Penghormatan terakhir Keluarga
Penyerahan Jenasah
Sambutan Ketua Dewan Adat Papua.
Proses pemakaman di Liang Lahat
Sambutan Ketua Dewan Adat Wilayah La-Pago (Balim)
Sambutan dari Keluarga
Doa Penutup oleh (Pdt. Esmon Walilo)
JAYAPURA (PAPOS) – Laga kandang Persipura menjamu Persijap Jepara dilapangan Mandala, Jumat (15/8) kemarina sore, nyaris menjadi malapetaka karena tidak bisa memetik kemenangan. Persipura sebagai salah satu tim yang disegani di negeri ini, tidak bisa berbuat banyak karena hanya mampu bermain Imbang 1–1.
Pertandingan yang berlangsung kemarin sungguh berbeda dari permainan Persipura yang biasanya, apa penyebabnya tidak jelas, namun meski Persipura mandul tidak bisa menampilkan permainan apik, Jeremiah berhasil menyelamatkan Persipura dari kekalahan.
Sejak menit awal babak pertama , Persipura memang mengontrol jalannya pertandingan. Namun karena solidnya barisan pertahanan dari Laskar Kali Nyamat membuat peluang dari tim Mutiara Hitam untuk membobol gawang Persijap yang dikawal oleh Danang Wihatmoko selalu gagal.
bahkan Persijap yang mengandalkan serangan balik sering merepotkan daerah pertahanan skuad Persipura, sampai selesai babak pertama kedudukan tetap imbang yakni 0-0.
Memasuki babak kedua, Persipura yang berusaha meraih tiga poin pada laga kandangnya ini, terus menekan pertahanan Persijap dengan mengandalkan duet striker asingnya Beto dan Jeremiah. Namun sampai pertengahan babak kedua belum ada tanda-tanda akan adanya gol, sehingga kedua tim berusaha menaik tensi permaianan mereka.
Seperti terkaget-kaget, menit ke-85 Persijap membobol gawang Persipura. Kejadian yang sangat dibenci Persipura ini berawal dari salah satu pemain belakang Persijap yang dilanggar oleh pemain belakang Persipura beberapa meter dari luar kotak penalty dan membuahkan tendangan bebas bagi Persijap, namun tendangan bebas tersebut mengenai mistar gawang dan dimanfaatkan oleh Pablo Aljerendo yang menyundul bola muntah tersebut.
Tertinggal satu gol, membuat Persipura berusaha untuk mengejar ketertinggalan. Namun selang beberapa menit terjadinya gol, jalannya pertandingan sempat terhenti karena adanya kejadian perkelahian dipinggir lapangan antara Raja Isa sang pelatih dan MR. Kambu sang ketua Umum Persipura sehingga membuat pertandingan berhenti beberapa menit yang membuat penonton melempar kelapangan.
Setelah kejadian tersebut terkendali pertandingan kembali dilanjutkan, meski para pentolan Persipura berkelahi, tidak menyurutkan semangat para pemain untuk mencipatakan gol, dan usaha itu membuah gol melalui tendangan sudut yang berhasil dimanfaatkan oleh Jeremiah pada menit injuri time dan merubah kedudukan menjadi 1-1. Dan kedudukan ini bertahan hingga pertandingan usai.
Menurut pelatih Persipura Raja B Isa yang ditemui seusai pertandingan mengatakan bahwa, hasil yang diraih oleh timnya selama pertandingan 2x45 menit semua pemain sudah bekerja dengan maksimal dan berusaha untuk menciptakan gol, namun keberuntungan untuk menciptakan gol belum berpihak kepada Persipura.
“Ini bukan merupakan suatu hasil yang jelek karena semua pemain-pemain sudah maksimal dalam menjalani pertandingan, memang Persipura memiliki peluang yang banyak teruta ma Beto dan Jeremiah , namun tinggal keberuntungan saja dan itu semua datangnya dari Tuhan”ungkap Raja Isa.
JAYAPURA (PAPOS) – Entah apa penyebabnya, ketua Umum Persipura MR. Kamu dan antek-anteknya berulah hingga jalannya pertandingan dihentikan untuk sementara, ironisnya antek-anteknya berusaha melakukan ‘penganiayaan’ terhadap Raja Isa sang pelatih yang dikontrak Persipura. Sikap yang tidak pantas ini dipertontonkan para pejabat Pemda Kota Jayapura ini di depan ribuan orang supporter Persipura.
Meski tidak berdampak panjang, tetapi kejadian itu memancing emosi penonton yang merasa tindakan yang dilakukan ketua Umum Persipura tidak pantas, karena pelatih yang memiliki wewenang penuh terhadap strategi pertandingan. Pertandingan Persipura menjamu Persijap Jepara berakhir imbang 1-1.
Kejadian bermula dari MR. Kambu sebagai ketua umum Persipura memberikan masukan kepada Pelatih Persipura, namun entah kenapa, hal tersebut menimbulkan kekacauan yang berujung pada penendangan terhdap Raja Isa oleh Otniel Meraudje ST.MM.
“Saya tidak melakukan intervensi, namun saya yang punya hak untuk memberikan masukan kepada pelatih mengenai pergantian pemain. Dan mengenai hasil yang dicapai oleh Persipura merupakan kemampuan pemain,”ungkap MR. Kambu kepada sejumlah wartawan ketika dimintai keterangan terkait kejadian itu.
Imbas dari tindakan MR. Kambu, membuat emosi penonton dan mendapat makian serta lemparan. Sehingga Kambu tidak dapat keluar dari lapangan, karena terus dilempari penonton yang menunggu didepan pintu masuk lapangan.
Panpel dan keamanan, terpasa keja keras untuk mengendalikan situasi. Sikap sportifitas dipertontonkan Raja Isa, meski sudah menjadi pelatih yang teraniaya, dirinya datang menenangkan penonton agar tidak mertindak lebih jauh.
Raja Isa yang dihubungi mengatakan kejadian tersebut sungguh diluar dugaaan, dan mengenai masuknya Kambu kedalam tempat pelatih kepala. “karena saya merupakan pelatih kepala yang bertanggung jawab terhadap strategi pertandingan”ungkapnya.
Raja Isa mengakui, perkembangan sepak bola Papua terus berkembang, ini terlihat sejak menjadi pelatih Persipura sekitar satu setengah tahun. “selama saya menangani Persipura selama satu tahun lebih, saya bekerja dengan ikhlas karena saya ingin memajukan sepak bola Papua, namun apabila kejadiannya seperti sepak bola Papua tidak akan berkembang karena pikiran terkontaminasi dari pemain-pemain yang sudah tua,” ulasnya.
Sementara manager Persipura Rudy Maswi bahwa, tidak berkomentar banyak, dari raut wajah yang kecewa itu, Rudi menyampaikan keapda wartawan bahwa kejadian ini akan dibicarakan lewat rapat. “hal tersebut akan dirapatkan nanti,” ujarnya.
Dengan kejadian ini sungguh memalukan sepak bola Papua, karena dengan kejadian ini kemungkinan sungguh memalukan sepak bola Papua.
Memalukan
Sementara itu beberapa penonton dan pendukung Persipura, terus menyampaikan protesnya ke meja redaksi Papua Pos, yang mengatakan bahwa tindakan dan kejadian di Mandala adalah buah dari intervensi.
Drs. Nathaniel Aragae, yang langsung menghubungi redaksi Papua menyampaikan protes atas kejadian di Mandala, dirinya mengatakan hal itu tidak pantas dilakukan oleh ketua Umum.
“Sikap tidak terpuji yang dilakukan pengurus Persipura di Mandala, Jumat (15/8) sungguh sangat memalukan, apalagi dilakukan seorang pejabat public dihadapan pemain tamu, dihadapan penonton maupun pecinta fanatik tim Mutiara Hitam dan pengawas pertandingan,’’ kata Aragae melalui telepon selularnya kepada Papua Pos, Jumat (15/8) malam.
Aneh, kata Aragae yang juga selaku sekretaris DPRP ini, masak ada pejabat, entah apakah dia itu sebagai pengurus Persipura atau pejabat bisa sampai memukul pelatih. Kalah menang dalam suatu pertandingan itu hal yang biasa.
‘’Jangan hanya saat menang pemain dan pelatih dipuji atau disanjung, tetapi saat kalah pemain dihujat. Itu tidak adil. Kalah menang harus disyukuri,’’tandasnya.
Andaikan pun Tim Persipura kalah, itu menjadi tanggungjawab pelatih. Bilamana pengurus tidak sependapat terhadap cara pelatih saat bertanding, ada tempatnya untuk dibicarakan dan semua memiliki mekanisme.
‘’Jadi saya sebagai pendukung fanatic tim Persipura meminta insiden yang terjadi di Mandala jangan sampai bedampak buruk terhadap pemain dan pelatih. Saya minta pemain tekun berlatih dan pelatih tetap menjalankan program yang sudah ada,’’ pesannya.
Sebagai Fans setia Persipura dirinya dan ribuan pecinta Persipura mendukung dan berada dibelakang pelatih Persipura Raja B Isa. Untuk itu, ia meminta agar Raja Isa tidak perlu berkecil hati dengan terjadinya peristiwa tersebut. ‘’Ingat pak Raja, semua penonton Persipura berada di belakangmu,’’ imbuhnya.
Puluhan mahasiswa dari bumi Cenderawasih tampak meramaikan kampus merah unhas. Meski beberapa diantaranya berasal dari pedalaman, namun tekad menimba ilmu, tak menyurutkan langkahnya.
Pagi mulai beranjak. Wisma Tamalanrea Unhas saat itu pun mulai terlihat hidup dengan 54 penghuni barunya. Beberapa kelompok pria dan wanita berseragam putih hitam terlihat keluar dari gedung yang terletak di samping Danau Unhas itu. Mereka sedang bergegas menuju kampus. Guyonan serta canda tawa tekadang mereka lakoni sepanjang perjalanan. Tak nampak duka di wajah mereka, walau kampung halaman ribuan mil jauhnya.
Mereka merupakan lulusan SMA terpilih untuk mengikuti Program Strata Satu (S1) Sains Berasrama. Program ini diadakan oleh Dinas Pendidikan Nasional, bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Papua serta tujuh perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan Unhas menjadi salah satu kampus yang menjadi tujuan.
Minimnya jumlah pengajar di Papua menjadi alasan terlaksananya Sains Berasrama ini. “Program ini berangkat dari kurangnya tenaga pengajar di daerah terpencil. Bahkan, mereka telah diberi tahu sebelumnya di daerah mana saja nantinya mereka akan mengajar,” ungkap Drs. Muhtadin Kordinator Sains Berasrama yang juga dianggap Kepala Suku mereka.
Bahkan, kata Muhtadin, ada diantara mereka yang tiba di Bandara Hasanuddin tanpa alas kaki. Sebelumnya pun mereka berjalan kaki sejauh empat mil dari kampungnya menuju kota di Papua.
Awalnya mereka sedikit kesulitan beradaptasi dengan kehidupan di Makassar. Terutama dengan cuaca dan dialeknya yang berbeda, apalagi budayanya yang sangat kontras, sehingga mereka harus berusaha untuk membiasakan diri. Namun sejak dua bulan lalu mereka menginjakkan kakinya di Makassar, beberapa terlihat sudah terbiasa, terutama dengan kehidupan di kampus. Meski beberapa masih ada yang terlihat canggung saat bergelut dengan berbagai aktivitas perkuliahan.
Hanya 50 puluh mahasiswa menjadi tanggungan Pemerintah Pusat, sementara empat lainnya ditanggung Pemerintah Daerah. Seluruh biaya hidup ditanggung pihak yang bersangkutan. Selain biaya kuliah, ada pula uang saku sejumlah 200 ribu per orang per bulannya.
Sistem perkuliahan mereka tidak terikat dengan program reguler yang ada. Program ini bersifat khusus, karena bertujuan untuk mendidik mahasiswanya menjadi guru. Untuk semester ini, baru dua jurusan di Fakultas Mipa yang diprogramkan, yakni Biologi dan Kimia. Masing-masing jurusan ditempati 27 Mahasiswa Papua. Untuk tahun depan, rencanannya jumlah mahasiswa papua akan bertambah. Selain jurusan yang ada, jurusan Mipa yang lain pun akan mereka programkan.
Berbagai aturan harus mereka patuhi selama mengikuti program ini. Mulai dari mereka bangun pagi, perkuliahan hingga kehidupan sosial pun diatur dengan ketat. Semuanya terjadwal. Bahkan malam haripun mereka memiliki pelatihan tutorial khusus. Istirahat dan hari libur hanya sabtu dan minggu. Itupun dimanfaatkan mereka untuk kegiatan ibadah atau berolahraga.
Masa perkuliahan mereka ditargetkan, yakni tiga setengah tahun mereka harus menyelesaikan studi. Lalu nantinya akan dilanjutkan dengan program akta IV. Selama kurun waktu itu, mereka juga tidak diperkenankan untuk mengikuti organisasi yang mengikat di dalam atau di luar Kampus. “Kami tidak boleh mengikuti kegiatan lain di kampus, karena harus konsentrasi dengan kuliah,” tandas Marni Sampe Butu, Mahasiswa Biologi dari Irian Jaya Barat.
Setelah lulus S1 ini, rencananya mereka akan kembali ke daerah masing-masing untuk mengikuti praktek keilmuan. Setelah mengikuti praktek tersebut, mereka akan kembali lagi ke Makassar untuk mengikuti Pendidikan profesi Guru selama setahun. Semua itu masih terkait dengan program Sains Berasrama.
Banyaknya aturan serta kegiatan dalam program ini ditujukan untuk menciptakan tenaga pengajar yang berkualitas. Daerah Papua yang mayoritas belum terjamah dengan sarana pendidikan yang memadai, merupakan tanggung jawab besar mereka yang nantinya menjadi utusan keilmuan ini.
Terbesit harapan, bila dalam waktu ke depan mereka dapat menjadi bagian civitas akademika Unhas seutuhnya. Mereka juga berharap dapat diterima di lingkungan akademik mahasiswa yang lain, meski mereka adalah “mahasiswa spesial” yang datang dari Tanah Papua.