Timika, (Papua Student) - Kunjungan Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) untuk Indonesia Cameron Hume bersama beberapa staff Kedubes AS selama dua hari (Rabu 10/9 – Kamis 11/9) di Kabupaten Mimika, Papua diwarnai aksi penghancuran jembatan dan tanki minyak milik PT FI di Mil 50 oleh TPN/OPM wilayah Nemangkawi dini hari tadi (12/8).


Kepada Crew berita online ini, salah satu anggota TPN/OPM pimpinan Kelly Kwalik melaporkan, setelah mendapat Perintah Operasi (PO), mereka menuju wilayah jembatan I yang menghungkan perusahaan itu dan melakukan peledakan, namun jembatan belum sampai putus. Bukan saja disitu, satu tanki BBM, menurutnya telah diledakan.

Aksi itu, menurutnya, dilakukan atas kekesalan terhadap perusahaan Freeport yang selama ini melakukan kejahatan HAM dan Lingkungan. Juga, sebagai reaksi terhadap kunjungan Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia di Timika. "Kami tidak ingin Amerika dan Freeport bersama Indonesia ada dan menghancurkan kemanusiaan dan lingkungan kami. kami minta pengakuan kemerdekaan dan Dubes AS segera hentikan segala kepentingan ekonomi dan politiknya di Timika."

Sementara itu, semalam hingga pagi terjadi siaga I dan II oleh 3.000 pasukan gabungan TNI/Polri. Warga disekitar mil 50 mengaku mendengar bunyi rentetan senjata TNI sampai pagi hari. Hingga kini, belum diketahui korban, baik dipihak warga sipil, TPN/OPM maupun TNI/POLRI.

Selengkapnya......

Jayapura,(Papua Student) Berangkat dari inspirasi melihat kecakapan pilot-pilot misionaris menerbangkan pesawat di pedalaman Papua, keinginan menjadi pilot didalam diri Meki Nawipa, lelaki asli Enarotali, Paniai, Papua ini seakan tak terbendung lagi. Bahkan setelah menjadi pilot, ia akhirnya memiliki pesawat sendiri. Bagaimana impian dan keinginannya?

Laporan Rambat

The Spirit of Papua (nama pesawat) yang dimiliki Capt Meki Nawipa adalah harapan dari sebuah pencapaian atas anugerah Tuhan dan kerja keras. Ini baru awal sebagai wujud dari keinginan dan komitmen untuk mewujudkan putra/putri Papua menjadi penerbang (pilot) baik Indonesia, khususnya Papua maupun dunia internasional.

“Sejak 5 tahun, saya punya tekat menjadi pilot. Saya dapat inspirasi ini dari melihat kecakapan pilot-pilot misi dari Yayasan Penerbangan Misi – MAF (Mission Aviation Fellowship) dan AMA (Assotiation Mision Aviation). Namun, saya terkendala kurang info, kesempatan dan biaya untuk sekolah pilot,” kata Meki Nawipa, Presiden Direktur The Spirit of Papua baru-baru ini.

Namun, hal itu tidak menyurutkan keinginannya untuk menjadi pilot, hingga ia mendapatkan kesempatan study di Deraya Flying School Jakarta dan mendapatkan tahap Privat Pilot License, yang didukung Lembaga Pengembangan Masyarakat Irian Jaya (LPMI) yang merupakan mitra PT Freeport Indonesia.

Lalu, Meki Nawipa kembali ke Papua dan bekerja di Yayasan MAF sebagai pencuci pesawat dan kembali berkesempatan terbang bersama MAF Australia di PNG dengan pencapaian hasil memuaskan. “Saya kembali ke Papua dan mendapat peluang studi penerbangan ke Australia di Bible College of Victria (BCV) di Melbourne yakni 2 tahap, tahap Comersial Pilot License tahun 2006 dan tahap ME-IR (Multi Engine & Instrumen Rating) 2007, setelah selesai saya bekerja sebagai tenaga pilot pada maskapai penerbangan Susi Air,” ujarnya.

Didampingi, Abner Bob Molama ST, Direktur Operasi The Spirit of Papua, Meki mengakui kini impiannya menerbangan pesawat sudah terwujud, namun ia tidak berhenti disitu saja karena merupakan awal perjuangannya.

Semangat perjuangan ini, membuahkan hasil awal dengan diluncurkannya pesawat milik pribadi Meki Nawipa yang diperoleh dari perjuangan 10 tahun untuk fokus pada pengembangan SDM Papua umumnya, khususnya pada bidang penerbangan.

“Pesawat jenis Cessna 172 M PK-HAC ini dirancang khusus untuk mentraining penerbang pemula, yang kami luncurkan 9 Agustus 2008 lalu di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta,” ujarnya.

Tentang nama pesawat The Spirit of Papua ini, jelas Nawipa, merupakan jelmaan dari isi hatinya yang bertujuan dan harapan dari pengadaan pesawat ini merupakan langkah awal mencapai tujuan selanjutnya. Pesawat miliknya tersebut kini beroperasi di Aero Flyer Institute, sebuah institut yang bergerak pada bidnag pelatihan pilot-pilot pemula, milik Batavia Air di Curug.

“Kami tempatkan disitu, merujuk pada tujuan dan harapan bahwa adanyaa putra-putri Papua yang belajar menerbangkan pesawat. Artinya, pesawat itu adalah awal bermunculan pilot-pilot Papua yang selanjutnya mengukir prestasi-prestasi membanggakan,” ujarnya merendah.

Ditembahkan, kehadiran pesawat ini, diharapkan akan bermunculan putra-putra Papua menjadi pilot handal, apalagi kebutuhan pilot di Indonesia cukup banyak, sehingga melalui The Spirit of Papua ini, dapat mewujudkan penerbang dari Papua. Saat ini pihaknya telah mendidik 3 putra-putri Papua menjadi pilot, dimana untuk masuk mengikuti pendidikan selama 18 bulan ini membutuhkan dana sebesar 44.700 US dolar.
................................................
www.infopapua.com

Selengkapnya......

Alua: Aparat Menyalahi PP 77

Monday, September 08, 2008 | with 0 komentar »

JAYAPURA (papua student) – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Drs. Agus Alue Alua, M.Th menilai, insiden pengibaran Bintang Kejora (BK) yang berbuntut tertembaknya seorang warga di Wamena, merupakan tindakan menyalahi PP 77 tentang Lambang Daerah yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia.


"Secara tidak langsung aparat yang telah menembak itu menyalahi arahan dari Presiden, dimana penegakkan PP 77 haruslah dengan cara persuasif," ungkapnya di depan wartawan menanggapi surat yang diberikan Dewan Adat Papua (DAP) memakai dasar hukum PP 77 sebagai pijakan tuntutannya di kantornya, Selasa (2/9) kemarin.

Menurutnya, BK yang sudah sebanyak kurang lebih dari 10 kali, ini mengandung arti bahwa PP 77 itu ada masalah. Seringnya proses penangkapan hingga pengadilan terhadap orang-orang yang mengibarkan bendera ini. "Semua itu belum bisa diselesaikan pendekatan masalah adanya PP 77, artinya bahwa pengibaran itu akan tetap menjadi masalah Papua, sehingga diperlukan solusi baru terhadapnya," tandasnya.

Mengenai pertemuan MRP dengan DAP kemarin, Agus menjelaskan, bahwa pihak DAP telah mencantumkan dalam surat penundaaan pemeriksaan dengan melampiri persyaratan yang harus dipenuhi Kapolda saat memeriksa mereka. "DAP minta adanya dukungan dari MRP tentang posisi mereka dalam kasus tersebut," tambahnya.

Dijelaskan, sekarang ini bukan posisi MRP itu mendukung atau menolak dengan apa yang dilakukan DAP. "Akan tetapi MRP hanya memberikan surat bahwa adanya penuntasan kasus tersebut dengan secepatnya, dengan memisahkan kasus per kasusnya," lanjutnya.

Agus berpendapat, kasus penembakan dengan kasus pengibaran bendera itu sangat berbeda dan haruslah dipisahkan. Pihaknya akan memberi surat kepada pihak Polda untuk dapat memisahkan kedua kasus tersebut.

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut didampingi beberapa anggota DAP menyatakan, menolak adanya pemeriksaan lanjutan yang sedang dilakukan Polda Papua sebelum polisi berhasil mengungkap pelaku penembakan Opinus Tabuni dan persyaratan lainnya. "Ini berdasarkan keputusan dari rapat kami dengan perwakilan anggota DAP lainnya," ungkapnya saat ditemui di gedung MRP.

Dijelaskan, dalam hasil rapat tersebut mengeluarkan keputusan bahwa pihaknya menolak adanya proses penyelidikan oleh pihak berwajib dengan mengeluarkan surat penundaaan pemeriksanaan ke Polda Papua sampai dengan orang yang membunuh dan motifnya serta latar belakang apa saja terungkap itu disampaikan kepada DAP.

Menurutnya, pengibaran bendera tersebut bukanlah tindakan dosa, yang berdosa adalah membunuh orang dilihat dari segi norma iman dan norma kemanusian serta norma hak asasi manusia (HAM). "Di dalam hal ini, kami merasa tidak bersalah sama sekali, bila dibandingkan membunuh orang," lanjutnya.

Ditambahkan, pemeriksaan itu tidak sah karena pihaknya tanggal 9 Juli 2008 merayakan perayaan hari pribumi sedunia, dan polisi memenuhi syarat seperti sebelum polisi akan memeriksa harus ada 2 pengacara sekaligus, satu dari nasional dan satunya pengacara internasional yang berperan menjelaskan dan memberikan nasihat mengenai hari internasional tersebut. "Karena kami berdiri disaat perayaan internasional maka pihak polisi harus lakukan seperti itu," tegasnya.

Selanjutnya, sebagai tindakan adil setelah polisi ini mengungkapnya kepada publik siapa pembunuhnya dan syarat-syarat tersebut, maka pihaknya akan menanyakan kepada masyarakat siapa yang mengibarkan bendera 44 atau BK itu.
.........................................................
www.kabarpapua.com

Selengkapnya......

HTI-Press (papua student). Belakangan ini banyak komentar yang masuk ke meja redaksi website Hizbut-Tahrir.or.id yang menganggap bahwa Hizbut Tahrir saat mengkritik OPM itu sama dengan membiarkan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Ada juga yang menganggap pernyataan HTI tentang memberantas gerakan disintegrasi sebagai legalisasi terhadap kejahatan tersebut. Untuk menanggapi masalah ini, berikut petikan wawancara redaktur Farid Wadji bersama Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto.

Apakah ketika Hizbut Tahrir menyatakan OPM harus diberantas berarti Hizbut Tahrir melupakan fakta bahwa telah terjadi pelanggaran kemanusiaan dan ketidaksejahteraan di Papua?

Ketika Hizbut Tahrir menyerukan kepada pemerintahan untuk berpegang pada pendirian menghukum tokoh gerakan separatis OPM dan memberantas gerakan sepratis itu sampai ke akar-akarnya tidak berarti itu merupakan dukungan terhadap kebijakan pemerintah yang nyatakanlah yang disebut melanggar HAM atau menimbulkan ketidakadilah secara politik dan ekonomi di Papua. Jelas ini dua hal yang berbeda, tetapi memang sangat berhubungan erat. Biasanya tumbuhnya bibit-bibit disintegrasi itu oleh karena ketidakpuasan masyarakat lokal terhadap kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

Kalau masayarakat di sana itu merasa nyaman berada di dalam pangkuan kesatuan wilayah Indonesia, tentu gerakan separatis tidak akan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Tetapi sebaliknya kalau ketidakadilan, penindasan itu terus menerus berlangsung pasti keinginan untuk melepaskan diri akan tidak pernah hilang dari pikiran dan benak hati masyarakat di sana. Di situlah gerakan separatis OPM atau yang lainnya itu akan terus mendapatkan dukungan.

Artinya, pemerintah punya andil dalam berkembangnya gerakan seperatisme di Papua?

Ya, pemerintah punya andil, yaitu ketika pemerintah gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di sana. Karenanya, maka sebenarnya posisi Hizbut Tahrir itu di dalam konteks menanggapi surat 40 anggota Kongres itu memang fokus pada sikap terhadap intervensi asing tentang persoalan itu. Meski tidak disebut bahwa pemerintah itu harus melakukan langkah-langkah khusus, tentu yang kita maksud juga adalah bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan terus berlangsung ketidakadilan dan penindasan secara politik maupun ekonomi di dalam wilayah Papua tersebut.

Tawaran Hizbut Tahrir dengan syariah, ketika hal itu dilontarkan di Papua bukankah itu justru nanti itu akan menjadi benih disintegrasi, karena masyarakat Papua yang mayoritas Kristen akan menganggap ini sebagai dominasi Islam terhadap mereka?

Opini semacam ini memang coba dikembangkan sebagai mesin pemanas semangat untuk disintegrasi. Jadi mereka menganggap bahwa kita perlu memisahkan diri dari Indonesia untuk menghidari dominasi Islam. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Mengapa? Karena syariat Islam itu justru akan membebaskan mereka dari ketidakadilan dan penindasan yang selama ini mereka alami.

Kalau mereka menginginkan keadilan, kalau mereka menginginkan ketenteraman, kalau mereka menginginkan kemajuan, syariat Islam itulah jalan yang harus ditempuh satu-satunya bukan dengan sistem sekular yang selama ini terjadi. Sistem sekular yang selama ini terjadi telah memberikan tempat yang sangat dominan bagi kekuatan modal baik dalam negeri maupun luar negeri.

Jadi sesungguhnya pemerintah ini telah katakanlah memberikan jalan bagi berlangsungnya eksploitasi. Banyak perusahaan-perusahaan multinasional, sebagaimana tampak dalam kasus Freeport umpamanya dan sebagainya itu telah membawa ketidakadilan karena sistem sekular. Syariah akan menghentikan segala model pengelolaan alam semacam itu.

Artinya, syariah itu akan melindungi dan menyatakan mendukung yang ada di Papua?

Ya. Pernah suatu ketika datang kepada saya wartawan dari majalah Kristen. Mereka menyampaikan kegelisahan warga Kristen terhadap seruan syariah. Saya waktu itu bertanya kepada mereka. Kegelisahan atau kekhawatiran apa saja? Tolong sampaikan! Mereka bilang, kami khawatir bahwa kami akan dipaksa masuk Islam. Saya jawab, itu tidak akan terjadi karena kita memberikan kebebasan beragama. Saya bilang, mau masuk Islam silahkan nggak juga nggak apa-apa.

Yang kedua, kami khawatir gereja kami akan ditutup. Itu juga tidak mungkin karena gereja itu bagian dari hak anda untuk beribadah, kami akan melindungi. Kemudian yang ketiga, kami khawatir kami tidak boleh makan babi dan minum minuman keras. Saya bilang, kalau menurut anda itu halal, silahkan saja asal tidak dijual bebas karena kalau dijual bebas itu sudah termasuk pada sistem ekonomi yang menurut syariah barang haram tidak boleh dijual bebas. Dia bilang, kami khawatir perempuan-perempuan kami harus berjilbab. Saya bilang, itu tidak demikian karena jilbab itu kewajiban bagi perempuan Islam. Apalagi, kami bilang sambil ketawa-ketawa.

Katanya kami juga khawatir harus disunat, dan sebagainya. Jadi kalau ini benar, point-point ini yang menjadi kekhawatiran orang-orang Papua terhadap syariah, yakinlah bahwa ini tidak akan terjadi. Saya bilang bahwa Syariat Islam itu dalam urusan privat akan tetap memberikan keleluasaan dan kebebasan bahkan perlindungan kepada warga non Muslim untuk menjalankan kehidupannya sesuai dengan agamanya masing-masing. Nah kalau begitu syariat Islam berkenaan dengan warga non Muslim itu dalam konteks apa? Dalam konteks kehidupan publik. Maksudnya apa?

Misalnya, soal pendidikan, kalau pendidikan itu menurut syariat Islam itu harus gratis, ini akan berlaku bagi Muslim juga non Muslim. Kalau menurut syariat Islam bahwa sumber daya alam itu harus kembali pada rakyat, ini akan berlaku bagi rakyat muslim maupun non Muslim.

Bagaimana dengan sentimen Kristiani yang sering diisukan di Papua, seperti bahwa Islam akan mendominasi, Kristen akan ditindas di Papua. Itu kan sering diangkat oleh LSM asing. Apakah ini sekedar provokasi atau seperti apa?

Ya, itu memang opini yang sering dikembangkan sama sebagaimana di Timor-timur dulu. Di Timor Timur dikembangkan opini bahwa telah terjadi Islamisasi. Padahal sesungguhnya yang terjadi adalah Katolikisasi. Mengapa? Karena sebelum Timor Timur bergabung dengan Indonesia tahun 1976, itu hampir 90% warga Timor Timur itu animisme dan dinasmisme. Kira-kira, katakanlah 20 hingga 15 tahun kemudian, pertumbuham agama Katolik sangat pesat, berubah hampir menjadi 90% itu Katolik.

Jadi yang terjadi sebenarnya Katolikisasi bukan Islamisasi. Nah opini yang semacam ini yang secara jahat dikembangkan. Di Papua kalau kita hitung itu perkembangan Kristen jauh lebih besar dari pada Islam karena kita hitungnya musti dari nol, dari kondisi awal masalah Papua seperti apa kemudian menjadi seperti apa. Bahwa Islam di sana juga pesat berkembang, ya itu konsekuensi dari keterbukaan, dari perpindahan penduduk.

Ingat juga bahwa agama Islam di Papua itu bukan agama baru. Seseorang dalam sebuah kesempatan ketika diwawancara ditanya mengapa anda ingin merdeka, apakah anda merasa bahwa anda itu sebuah entitas politik tersendiri sebelum Indonesia? Dia bilang ya, kami itu entitas politik. Berupa apa? Dia bilang berupa kerajaan. Kerajaan apa? Dia bilang kerajaan Islam. Di mana? Dia bilang di Maurake Selatan. Islam itu jauh lebih dulu datang daripada agama Kristen yang baru masuk beberapa waktu kemudian bersamaan penjajah di Manokwari. Sementara di Maruke Selatan sudah ada Islam dan kerajaan Islam. Nah, fakta-fakta sejarah semacam ini tidak pernah terunggkap, ditambah lagi dengan opini sesat seperti itu tadi.

Selengkapnya......

Jayapura (papuastudent ) - Menko Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Aburizal Bakrie telah siap memberikan bantuan dana untuk pembangunan perumahan terpadu bagi masyarakat di pedalaman Kabupaten Paniai, Provinsi Papua yang sampai saat ini masih hidup dalam keterisolasian akibat kondisi geografis yang bergunung-gunung, lembah dan ngarai.

Niat baik Menko Kesra itu disampaikan Staf Khusus Menko Kesra RI, Mayjen TNI (Purn) Suadiatma di Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua pekan lalu.

Suadiatma mengatakan, Menko Kesra telah menerima laporan bahwa masyarakat di Kabupaten Paniai pun membutuhkan sentuhan pembangunan dari pemerintah melalui bantuan dana pembangunan permukiman terpadu seperti di Pegunungan Bintang, Lani Jaya dan Kabupaten Tolikara.

Menurut rencana, sebuah Tim khusus dari Kantor Menko Kesra pada Oktober mendatang melakukan penjajakan ke Paniai.

Hasil penjajakan Tim khusus itu akan dilaporkan kepada Menko Kesra Aburizal Bakrie untuk diteruskan kepada Presiden SBY agar masyarakat di Paniai pun memperoleh bantuan dana untuk pembangunan permukiman terpadu demi peningkatan kesejahteraan mereka.

“Pemerintah wajib memberikan perhatian dan pelayanan kepada masyarakatnya yang membutuhkan bantuan agar mereka merasa memiliki bangsa dan negara ini,” ujar mantan Kasdam XVII Cenderawasih itu.

Permukiman terpadu itu terdiri dari perumahan layak huni type 36 dilengkapi MCK, air bersih, listrik, demplot pembibitan pertanian, sekolah, Puskesmas Pembantu (Pustu) dilengkapi tenaga perawat dan aspek lainnya yang berkaitan dengan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Suadiatma menegaskan bantuan ini diberikan dengan tujuan murni bagi masyarakat yang membutuhkannya karena pemerintah wajib memberikan perhatian agar masyarakat hidup secara layak dan manusiawi.

Suadiatma pada pekan lalu mendampingi Kepala Biro Perencanaan Menko Kesra RI, Dr.Hazwan ke Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang untuk menyerahkan bantuan dana Rp98 miliar lebih yang diterima Bupati Pegunungan Bintang, Welington Lod Wenda dan Rp40 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Lany Jaya yang diterima Penanggungjawab Proyek, Bismarck Tambunan di Oksibil, Kamis (28/8).

Dana sebesar Rp138 miliar bantuan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu salurkan Menko Kesra Aburizal Bakrie melalui Kepala Biro Perencaaan Hazwan itu dipergunakan untuk pembangunan permukiman terpadu bagi masyarakat di perbatasan RI dan Papua Nugini (PNG).

Di Pegunungan Bintang, dana itu dibangun permukiman terpadu di Distrik Batom 100 unit rumah, Distrik Yumakot, Tarub dan Disrik Walakubun masing-masing 50 unit rumah type 36.

Sedangkan dana sebesar Rp40 miliar akan di gunakan Pemkab Lani Jaya untuk pembangunan 100 rumah terdiri dari 40 unit rumah di Distrik Balingga, DIstrik Koyawage dan Distrik Melanegeri masing-masing 30 unit rumah dengan type yang sama 36 serta pembukaan ruas jalan dari Pirime ke Balingga yang jaraknya 25 kilometer, namun dibuka tahap awal beberapa kilometer.
...............................................................
www.kabarpapua.com

Selengkapnya......

Otsus Berjalan Pincang

Monday, September 08, 2008 | with 0 komentar »

SENTANI (PAPOS) -Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua berjalan pincang tidak, akibat tidak serasinya antara stockholder untuk mendorong mensahkan Perdasis dan Perdasus yang menjadi roh UU Otsus. Hal ini ditegaskan Dr Akbar Tanjang, ketika melakukan dialog nasional dengan Pemerintah Kabupaten Jayapura tentang Otsus dan Implementasinya, Senin (8/9) kemarin, di Sentani.

Mestinya para stokholder di Papua melakukan pedekatan-pendekatan ke pemerintah pusatuntuk menindak lanjuti apa yang diamanatkan oleh Otsus itu, dalam pelaksanaanya.

Pembentukan Perdasis dan Perdasus belum bisa dilakukan, sehingga Otsus belum berjalan baik, karena implementasinya baru pada beberapa bidang.” pembentukan MRP, DPRP, sedangkan yang lainya belum,” ujar mantan ketua DPR RI ini.

Kata dia, sebaiknya para stokholder duduk sama-sama menyamakan persepsi yang difasilitasi oleh satu unit kerja untuk membahas apa yang sudah menjadi amanat Otsus.

Jika UU Otsus dibaca secara benar termasuk penjelasannya maupun diktum-diktum, disana jelas sekali penghormatan terhadap hak-hak orang Papua, penghormatan terhadap hak asasi orang Papua, hak politik orang Papua, penghormatan terhadap budaya orang Papua, dan bagaimana mensejahterakan orang Papua, serta bagaimana meningkatkan kwalitas SDM Papua.

“Itu bisa menjadi harapan dari cita-cita orang Papua,”ujarnya.
Akbar meminta stokholder di Papua secepatnya melakukan untuk menyamakan visi masyarakat Papua ke depan sejalan dengan amanat UUD 1945.
...............................................
www.papuapos.com

Selengkapnya......

Gubernur: Freeport Seperti Sapi Perah

Monday, September 08, 2008 | with 0 komentar »

JAYAPURA (papuastudent) -Pemerintah Provinsi Papua berharap agar kerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI), terus ditingkatkan. Hal itu dikemukakan Gubernur Barnabas Suebu, SH ketika menjawab Cenderawasih Pos usai meresmikan Papua Knowledge Center, kemarin

Sebab kata dia, Freeport merupakan satu perusahaan besar yang beroperasi di Papua dan melaksanakan tugas sosial atau coporate social responsibility dalam berbagai bentuk. Baik itu mendirikan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) khusus untuk masyarakat Amungme dan Kamoro, mendukung program pemerintah daerah hingga mendukung program Respek dan melaksanakan berbagai kegiatan lainnnya. "Jadi itu beberapa hal yang disumbangkan Freeport untuk kita," ujar Suebu lagi.

Untuk itu, Gubernur Suebu menilai perusahaan tambang yang terbesar di tanah air itu ibarat Sapi Perah yang mengeluarkan susu. "Jadi kerjasama kita dengan Freeport ini ibarat sapi, dia mengeluarkan susu, kalau kita pintar ya kita harus atur susunya, minum sama-sama, jangan dia minum sendiri. Sebaliknya rakyat juga jangan membunuh sapi, sebab kalau rakyat membunuh sapi, kita semua tidak akan dapat susu," terangnya.

Ditanya tentang besaran royalti yang diterima Papua pada tahun 2008 ini, dikatakan untuk Provinsi Papua jumlahnya mencapai Rp 400 miliar atau sekitar 16 persen dari total royalti secara nasional. Selebihnya dana royalti itu juga diberikan kepada kabupaten dan kota di seluruh Papua dan yang terbesar sekitar 32 persen diterima oleh daerah penghasil.

Sementara itu, Humas PT FI Mindo Pangaribuan kepada Cenderawasih Pos mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen dari Royalti Freeport yang dibayar itu adalah bagian untuk Papua, sedangkan pusat hanya mendapatkan 20 persennya.

"Nah dari dari 80 persen ini di Papua nanti akan dibagi lagi," katanya. Menurut Mindo, kabupaten penghasil akan mendapatkan 32 persen, Pemprov mendapatkan 16 persen, sedangkan sisanya 32 persen itu diberikan untuk kabupaten dan kota di seluruh Papua. "Jadi kabupaten dan kota yang bukan penghasil menerima sisa yang 32 persen itu," jelasnya.

Sedangkan yang menyangkut retribusi kata Mindo, juga bermacam - macam, seperti PBB (pajak bumi bangunan) uangnya masuk langsung ke kas daerah. Sedangkan pajak yang diterima pusat adalah pajak pendapatan perusahaan atau pajak badan usaha, sementara pajak pendapatan karyawan nanti dari pusat baru dikirim lagi ke daerah. Sedangkan deviden semuanya ke pusat.

Meski begitu kata dia, dana itu semua nantinya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum).

Lanjutnya, porsi yang 80 persen itu sudah berlangsung sejak kontrak karya ke dua yang sekarang ini berlangsung, karena kontrak itu menyebutkan bahwa 80 persen dari royalti yang dibayarkan Freeport adalah menjadi bagian dari Papua, sedangkan 20 persen lagi ada di pusat.

Hanya saja Mindo tidak menyebutkan angka pastinya. "Angkanya kurang tahu, tetapi 80 persen ini sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku," tandasnya.

Tandatangani MOU///

Sementara itu setelah melalui proses pengkajian yang cukup melelahkan akhirnya Papuan Knowledge Center For People Driven Development atau Pusat Pengetahuan tentang Pembangunan Kampung dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, akhirnya kemarin diresmikan Gubernur Barnabas Suebu, SH.

Lembaga yang dibentuk atas instruksi Gubernur itu, didukung penuh PTFI. Hal ini tercermina dalam sambutan Presiden Direktur PT FI itu Armando Mahler yang mengatakan bahwa pihaknya menyambut gembira berdirinya lembaga itu.

"Tat kala disadari bahwa masih dubutuhkan data dan pengetahuan yang lebih mendalam untuk mulai menerapkan paradigma baru, maka kami menyambut gembira kepercayaan yang diberikan oleh Gubernur Papua untuk menfasilitasi pembentukan sebuah center," katanya.

Armando mengatakan, PT FI telah melakukan kerjasama dengan lembaga donor internasional dan pemerintah daerah dalam mempersiapkan knowledge Center tersebut. "Semua pihak menilai Center ini memiliki peluang besar dapat meningkatkan sinergi dengan dan antara program yang selama ini sudah berjalan guna menjabarkan paradigma people driven development sebagai roh atau jiwa program pembangunan Papua," katanya.

Untuk mendukung kesuksesan Knowledge Center itu, PT FI juga memiliki komitmen untuk memperbantukan tenaga ahli dan teknis yang diperlukan oleh pemerintah daerah, baik dari lingkungan perusahaan maupun melalui kerjasama berbagai perguruan tinggi, LSM dan lembaga donor internasional.

"Secara spesifik, Center ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang praktek - praktek terbaik pembangunan di Papua yang telah dilaksanakan oleh kita semua selama ini, selain memantau keberhasilan Respek, center ini juga dapat menemu kenali atau mengidentifikasi elemen strategis dan urut-urutan kebijakan yang dapat digunakan sebagai landasan utama dalam pengelolaan dan meningkatkan kualitas SDM dan alam Papua," paparnya.

Sementara itu, Gubernur Barnabas Suebu, SH dalam sambutannya mengatakan bahwa Knowledge Center menyimpan pengetahuan dan data yang sangat penting dan akan mengantarkan rakyat tahap demi tahap untuk menuju masa depan yang lebih baik dan sejahtera. "Kita tidak harus menangis dan melakukan demo politik, sebab menangis tidak akan selesaikan masalah, tetapi kita harus kerja keras, melakukan inovasi dan terobosan untuk bisa merubah nasib," katanya bijak.

Gubernur juga mengatakan lembaga itu khusus untuk memuat data kampung, tetapi dalam arti luas. "Jadi ini pusta pengetahuan khusus kampung, mengapa khusus kampung, karena banyak orang bicara kampung, tetapi tidak tahu kampung, kaki juga tidak pernah injak di kampung tapi bicara kampung," katanya. Karena itu, dari lembaga itu, maka orang yang tidak pernah ke kampung akan mengetahui tentang kampung.

Saking pentingnya dan menariknya lembaga itu, Gubernur Suebu mengatakan jika pensiun nanti akan bekerja di center itu. Sebab kata dia, lembaga itu begitu menarik dan kaya akan pengetahuan. "Langkah yang diambil Freeport mendukung center ini sama dengan Freeport telah berbuat sesuatu untuk seluruh masyarakat kampung di tanah Papua," katanya.

Acara peresmian yang ditandai penekanan tombol dan pembukaan papan selubung papan nama itu, juga dirangkaikan dengan penandatanganan MoU antara Gubernur Suebu dengan Presiden Direktur PT FI Armando Mahler dan Sofei (Suport office for eastern Indonesia) suatu lembaga perwakilan Bank Dunia di Indonesia yang diwakilan kepada Inauri.
.......................................................
www.kabarpapua.com

Selengkapnya......

JAYAPURA (PAPOS) –Mencuatnya polemik seputar kontrak eksport LNG Tangguh ke China yang ditengarai merugikan negara mendapat tanggapan Menteri Kelautan dan Perikanan Fredy Numberi. Menurut Laksda (Pur) TNI ini, yang paling rugi atas kontrak itu nantinya adalah orang asli Papua. Kendati demikian mantan Gubenur Irian Jaya (Papua red) ini setuju-setuju saja adanya eksport LNG Tangguh yang berlokasi di Teluk Bintuni tepatnya Babo itu, asalkan dengan catatan kontrak dari ekport itu yang harus diperbaiki.

Demikian diungkapkannya, menjawab wartawan di Jayapura, Senin (8/9) kemarin. Kehadiran Fredy Numberi di Jayapura dalam rangka memberikan materi pada Seminar Temu Ilmiah Mahasiswa Tekhnik (Timti) se-Indonesia yang ke-XIII di aula Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih.

Wapres sendiri menurutnya, minta kontrak diperbaiki karena dari aspek perkembangan di lapangan keadaan harga gas naik, sementara kontrak itu tidak menguntungkan Indonesia.

Jadi sebenarnya hal yang wajar bahwa sebagai bangsa Indonesia perlu minta diperbaiki, kalau bisa tidak perlu diprokontrakan. “Memang banyak orang menganggap kontrak itu sakral, kontrak itu tidak bisa diganggu gugat dan sebagainya. Tetapi sebagai bangsa, kita ingin dalam konteks membangun bangsa ini, hal-hal yang menguntungkan bangsa ini harus dibicarakan baik-baik untuk diperbaiki. Saya yakin kalau bicara baik-baik dengan pihak BP Tangguh, kita ajak untuk duduk bersama, mereka juga mau melihat karena mereka tahu bahwa itu bukan sesuatu yang keluar dari kita, dari konteks perkembangannya sendiri,” terang Numberi.

Ia menilai, adalah hal yang positif kalau bisa diperbaiki. Menurutnya, kontribusi positif untuk Papua harus ada, namun ia juga meminta Papua jangan dikotak-kotakkan dengan pemikiran Tangguh itu khusus untuk Papua Barat, Freeport untuk Papua.

Katanya, hasil dari dua perusahaan besar di tanah Papua ini, harus untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Papua supaya bisa meningkatkan pendidikan, kesehatan.

Ia juga mengharapkan dana yang turun ke Papua lebih besar, juga dalam peningkatan SDM-nya dimana perusahaan-perusahaan raksaksa yang beroperasi di Papua itu, tidak mengkotak-kotakan bahwa bantuan hanya diperuntukan ke wilayah konsesi saja, tetapi harus memberikan bantuan untuk tanah Papua secara menyeluruh.

“Dengan demikian, di antara anak-anak Papua sendiri akan terjalin suatu komunikasi yang harmonis karena mereka dapat bagian dari Tangguh, mereka dapat bagian dari Freeport dan perusahan China dari Sorong, ini merupakan entitas yang menyeluruh,” kata Numberi kemudian.

Ia juga menyoroti tenaga kerja di dua perusahan tersebut, yang menurutnya menjadi masalah juga, seperti di BP Tangguh ada 9700 pekerja, diluar perusahan yang ada sekitar 10000 pekerja, namun putra Papua hanya sekitar 2500, artinya hanya sekitar 20 persen.

“Menurut saya masih kurang, karena yang merasa paling dirugikan adalah masyarakat orang Papua,” katanya.

Setelah tambang ini selesai, katanya lebih lanjut, karena kontrak kedua berakhir 2041, disisi lain tahun lahir dari Otsus juga membatasi bahwa Otsus itu diberikan dalam rangka bagi hasil selama 25 tahun.

Setelah 25 tahun, dana akan turun 50 persen, setelah itu turun lagi 25 persen. Momentum sekarang dengan dana yang memadai, menurutnya harusnya ditingkatkan SDM. Sebagai contoh Freeport, jangan hanya dibatasi pada 2500 tenaga kerja, kalau bisa ditingkatkan jadi 5000 supaya menjawab masalah di tanah Papua sehingga saat Freeport sudah tidak ada, tambang habis, kalau SDM-nya mumpuni, kita bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.
“Kadang-kadang Freeport dari aspek bisnis saja dia melihat, jadi dia gunakan kacamata kuda, tidak boleh begitu kita. Dia harusnya membuka diri, kalau saya datang kesini, orang Papua harus disurvive, kalau sekarang 2700, kira-kira dilengkapi jadi 3000,” kata dia. Dengan demikian, saat kontrak berakhir tahun 2041, bisa ukur berapa orang Papua yang diserap di Freeport, karena selama sekian puluh tahun hanya 2500 tenaga kerja.
................................................
www.papuapos.com

Selengkapnya......

Jayapura (papuastudent), Dua mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) yang notabene merupakan anggota DPRD Kabupaten yang berinisial KT (DPRD Pegunungan Bintang) dan HY (Waket DPRD Keerom) terancam batal diwisuda pada 31 Desember 2008 nanti.
Pasalnya, keduanya diduga tak memenuhi peryaratan akademik (kelulusan),tapi memiliki SK kelulusan.

"Yang jelas KT tidak menyelesaikan skripsinya karena itu saya tolak menandatangani berita acara pengujiannya. Sementara HY untuk mata kuliah saya tidak pernah masuk sama sekali," jelas Dosen Ilmu Administrasi Negara Uncen Drs Piet Morin, di Kampus Uncen belum lama ini.

Kedua mahasiswa yang mengambil jurusan Program Studi Administrasi Negara (Ekstensi),Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Uncen ini sudah dinyatakan lulus oleh pihak jurusan. Hal inilah yang membuat Piet Morin heran, soalnya keduanya tidak memenuhi persyaratan kelulusan.

"Saya sudah sampaikan hal ini ke Dekan Fakultas FISIP Uncen dan akan melaporkan masalah ini ke Polda Papua," tegas Piet Morin.

Sementara itu Rektor Uncen, Prof. DR. Baltazar Kambuaya MBA, saat ditemui oleh Cenderawasih Pos baru-baru ini menegaskan pihaknya akan mengkroscek kebenarannya terlebih dahulu. "Jika terbukti kelulusan mereka bermasalah, maka saya akan beri sanksi. Dan jika benar maka akan dicabut pemberian SK-nya untuk proses wisuda nanti," tegas Rektor disela-sela acara PPKKMB, Kamis (28/8) lalu.

Dikatakan, pihaknya sangat menyayangkan peristiwa tersebut dan seharusnya proses penyelesaiannya tidak terjadi diluar lembaga pendidikan/akademik. "Seharusnya penyelesaiannya di tingkat akademik dalam hal ini Dekan. Jika belum ada penyelesaian baru dibicarakan dengan Rektor," jelasnya.

Dikatakan, permasalahan akademik jika dibawa keluar hingga ke kepolisian menurutnya tidaklah benar. "Jika itu benar terjadi maka 2 oknum yang telah mendapatkan SK kelulusan tersebut akan dibatalkan dan memberikan sanksi kepada yang bertanggung jawab akan adanya hal tersebut. Jika sebaliknya dosen yang melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian akan mendapatkan sanksi dari pihak rektorat," tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan Dekan Fak.FISIP Uncen Drs Naffi Sanggenafa. Dia menyayangkan sikap dari salah seorang dosennya. Menurutnya, permasalahan ini akan dicek dulu kebenarannya.
..........................................
www.infopapua.com

Selengkapnya......

Penipisan Salju di Papua Diabaikan

Monday, September 08, 2008 | with 0 komentar »

Jakarta [papuastudent] – Dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, setelah penelitian terakhir tahun 1994 mengenai penipisan salju di Papua, ternyata tidak ada pembaruan data. Padahal indikator penting dari pemanasan global adalah fenomena penipisan salju di Papua.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ekspedisi Glacier Carstensz (CGE) tahun 1972. Dari penelusuran riset sekunder kegiatan CGE, diketahui bahwa penelitian pertama dilakukan sekitar tahun 1850. Pada tahun itu diperkirakan lapisan es mencapai Lembah Kuning dan Meren, yang merupakan daerah terdekat larinya air lelehan salju Pegunungan Jaya dan Carstenzs.

Kemudian tahun 1936, Jean Jacques Dozy, seorang geolog dari Belanda, melakukan pemetaan bijih emas di sekitar wilayah tersebut. Hasil pemetaan pada lapisan es, menunjukkan hilangnya salju di Lembah Meren dan Kuning. Lalu pada tahun 1942, melalui foto udara dari Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF), lapisan es di Lembah Meren dan Kuning jelas menghilang.

Tahun 1972, penelitian CGE yang dilakukan oleh tim dari Australia memperlihatkan adanya penipisan lapisan es, hingga hanya tersisa lapisan es di sekitar puncak Pegunungan Jaya. Sementara daerah Carstensz masih sebagian besar dipenuhi salju. Wilayah sadel tinggi yang dikenal sebagai New Zealand Pass, pada penelitian CGE hingga tahun 1974, juga dinyatakan hilang. New Zealand pass sendiri diketahui pernah memiliki lapisan salju yang menghubungkan area Carstenz dan wilayah es bagian barat Pegunungan Papua bernama Northwall Firn.

World Wildlife Fund (WWF) disinyalir pernah melakukan penelitian serupa, sekitar tahun 1993. Namun laporan adanya penelitian tersebut masih sulit dibuktikan sehingga belum diketahui kesahihan data dari WWF tersebut.

Wahyu Hantoro, ilmuwan paleogeologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPG-LIPI), menyatakan pernah melakukan penelitian seperti itu dalam kaitan kebutuhan PT Freeport Indonesia (PTFI). Penelitian dilakukan tahun 1994. “Ini dalam kaitan mencari bukti korelasi penipisan salju dan keberadaan Freeport,” jelasnya, ketika ditemui SH baru-baru ini. Dari hasil penelitian Wahyu, diperkirakan lapisan salju di Papua akan hilang sekitar tahun 2025 mendatang.

Sayangnya, fenomena tersebut tak dapat terus diikuti secara valid keilmuan, sebab setelah Wahyu Hantoro melakukan penelitian, praktis hampir tak ada lagi penelitian serupa yang dilakukan. Padahal ini berarti, telah sepuluh tahun lebih fenomena penipisan lapisan salju di Papua tak terdeteksi secara ilmiah.

Hal ini juga tak lepas dari minimnya ilmuwan yang mendalami lapisan salju (glaciology) di Indonesia. Hery Haryanto, Deputi Ilmu Kebumian LIPI, mengakui selain perlu effort besar untuk mencapai ke sana, penelitian tersebut dianggap “kering” dana, sehingga sedikit ilmuwan yang mau melakukannya. Hingga saat ini dapat dikatakan, tak ada sama sekali ahli glaciology di Indonesia, sementara lapisan salju di Papua terus menipis dan hilang.
.................................................
www.kabarpapua.com

Selengkapnya......