Penipisan Salju di Papua Diabaikan

Monday, September 08, 2008 | with 0 komentar »
Jakarta [papuastudent] – Dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, setelah penelitian terakhir tahun 1994 mengenai penipisan salju di Papua, ternyata tidak ada pembaruan data. Padahal indikator penting dari pemanasan global adalah fenomena penipisan salju di Papua.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ekspedisi Glacier Carstensz (CGE) tahun 1972. Dari penelusuran riset sekunder kegiatan CGE, diketahui bahwa penelitian pertama dilakukan sekitar tahun 1850. Pada tahun itu diperkirakan lapisan es mencapai Lembah Kuning dan Meren, yang merupakan daerah terdekat larinya air lelehan salju Pegunungan Jaya dan Carstenzs.

Kemudian tahun 1936, Jean Jacques Dozy, seorang geolog dari Belanda, melakukan pemetaan bijih emas di sekitar wilayah tersebut. Hasil pemetaan pada lapisan es, menunjukkan hilangnya salju di Lembah Meren dan Kuning. Lalu pada tahun 1942, melalui foto udara dari Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF), lapisan es di Lembah Meren dan Kuning jelas menghilang.

Tahun 1972, penelitian CGE yang dilakukan oleh tim dari Australia memperlihatkan adanya penipisan lapisan es, hingga hanya tersisa lapisan es di sekitar puncak Pegunungan Jaya. Sementara daerah Carstensz masih sebagian besar dipenuhi salju. Wilayah sadel tinggi yang dikenal sebagai New Zealand Pass, pada penelitian CGE hingga tahun 1974, juga dinyatakan hilang. New Zealand pass sendiri diketahui pernah memiliki lapisan salju yang menghubungkan area Carstenz dan wilayah es bagian barat Pegunungan Papua bernama Northwall Firn.

World Wildlife Fund (WWF) disinyalir pernah melakukan penelitian serupa, sekitar tahun 1993. Namun laporan adanya penelitian tersebut masih sulit dibuktikan sehingga belum diketahui kesahihan data dari WWF tersebut.

Wahyu Hantoro, ilmuwan paleogeologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPG-LIPI), menyatakan pernah melakukan penelitian seperti itu dalam kaitan kebutuhan PT Freeport Indonesia (PTFI). Penelitian dilakukan tahun 1994. “Ini dalam kaitan mencari bukti korelasi penipisan salju dan keberadaan Freeport,” jelasnya, ketika ditemui SH baru-baru ini. Dari hasil penelitian Wahyu, diperkirakan lapisan salju di Papua akan hilang sekitar tahun 2025 mendatang.

Sayangnya, fenomena tersebut tak dapat terus diikuti secara valid keilmuan, sebab setelah Wahyu Hantoro melakukan penelitian, praktis hampir tak ada lagi penelitian serupa yang dilakukan. Padahal ini berarti, telah sepuluh tahun lebih fenomena penipisan lapisan salju di Papua tak terdeteksi secara ilmiah.

Hal ini juga tak lepas dari minimnya ilmuwan yang mendalami lapisan salju (glaciology) di Indonesia. Hery Haryanto, Deputi Ilmu Kebumian LIPI, mengakui selain perlu effort besar untuk mencapai ke sana, penelitian tersebut dianggap “kering” dana, sehingga sedikit ilmuwan yang mau melakukannya. Hingga saat ini dapat dikatakan, tak ada sama sekali ahli glaciology di Indonesia, sementara lapisan salju di Papua terus menipis dan hilang.
.................................................
www.kabarpapua.com

Related Posts by Categories



0 komentar