SETELAH tiga hari lalu, bendera Bintang Kejora berkibar di Nabire, situasi di daerah ini kian memanas. Walaupun hal itu tidak nampak. Kesaksian guru saya, yang bersuamikan seorang polisi mengatakan bahwa di Nabire telah di-siaga-satu-kan. Beberapa Intel dan Kopassus dari luar Papua akan dikirim untuk menyelesaikan masalah berkibarnya Bintang Kejora itu.

Mendengar hal itu, langsung saya tersentak seraya menghubungi beberapa teman dan kakak yang saya rasa pantas untuk diajak ngobrol. Karena semua warga masyarakat Nabire mengira semua akan berjalan dengan aman dan tertib. Tapi di belakang semua itu para militer sedang bermain dengan sangat rapi dan bersih tanpa harus meninggalkan jejak supaya tidak ada seorangpun yang dapat mengetahuinya.

Sehari setelah Bintang Kejora berkibar, Kapolres Nabire, AKBP Rianto Jatmono dalam peninjauannya dengan beberapa aparat kepolisian, mengatakan bahwa segelintir orang Papua yang menjadi penyambung lidah untuk mensukseskan acara di London pada kegiatan IPWP segera ditangkap, karena ini telah jelas-jelas mengganggu keutuhan NKRI.

Selain itu, Kapolres juga mengungkapkan bahwa beberapa Warung Internet (Warnet) yang selama ini menjadi sarana untuk menghubungi beberapa orang Papua dan Parlemen Inggris harus segera diputuskan. Tidak heran, sehari setelah Bintang Kejora berkibar, semua warnet di Nabire ditutup. Di pintu masuk tertera tulisan “Sedang Perbaikan”. Sungguh mengejutkan!

Selain itu, pengukapan Dandim 1705 Paniai, Jansen Simanjutak dalam koran Papuapos Nabire sehari setelah Bintang Kejora berkibar, bahwa yang mengibarkan Bintang Kejora adalah orang gila. Memalukan bukan? Menyebut orang yang berjuang untuk kebenaran dicap orang gila. Lantas kalau demikian, mana ada orang gila yang bisa mengibarkan Bintang Kerjora secara sembarangan, apalagi ini lambang orang Papua seperti yang diungkapkan oleh Didimus Pakage, Kepala Suku Besar Orang Mee dalam koran Papuapos Nabire di edisi yang sama.

Bagi saya, berkibarnya Bintang Kejora ini ingin menyadarkan kepada dunia luar, terutama Inggris yang sangat mendukung kemerdekaan Papua bahwa orang Papua sangat merindukan dan menantikan sebuah kemerdekaan. Wujudnya telah dibuktikan dengan berkibarnya Bintang Kejora di empat titik di Nabire.

Dimana anak-anak Papua bisa pergi sekolah dengan tenang, ibu rumah tangga bisa bekerja di kebun dengan baik, para orang tua bisa pulang pergi kantor dengan baik, para tua-tua bisa pergi berburu di hutan dengan aman.

Keamanan dan ketertiban yang terjadi saat ini di Papua sebelum bebas (merdeka) adalah keamanan dan ketertiban yang palsu atau semu. Semua itu akan hilang dan lenyap dari bumi Papua, ketika terjadi situasi yang tidak memungkinkan. Sehingga tidak bisa dijamin kalau itu keamanan yang sesungguhnya. Ini keamanan yang diberikan oleh pemerintah RI.

Keamanann, kenyamanan serta berbagai hal lainnya yang sesunggunya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Papua ketika semua terbebas dan merdeka dari cengkraman dunia terlebih khususnya negara Indonesia.

Yang dirindukan dari berlangsungnya IPWP di London, adalah keseriusan dan ketegasan negara-negara pendukung Papua Merdeka untuk meneruskan semua yang diputuskan dalam pencapaian Papua Merdeka yang sesungguhnya.

Percuma dan sia-sia belaka, kalau semua itu tidak ditindaklanjuti. Bagi rakyat Papua, pertemuan seperti itu bukanlah segalanya dalam mencapai Papua yang bebas. Tapi ada tindaklanjut dalam praktek yang dirindukan semua warga Papua. Ketika ada tindaklanjut yang mereka lakukan, maka dengan sendiri seluruh orang yang bermukim di Tanah PAPUA akan menyadari, kalau keseriusan kalian dalam membantu Papua telah dan akan dibuktikan.

Harapan kami warga pinggiran Papua, api semangat yang dikobarkan oleh Benny Wenda Cs, tidak sampai pada tanggal 15-17 saja. Namun api semangat itu tetap akan berkobar ke segala arah sampai kapan pun agar orang Papua bisa bebas dari cengkraman singa yang selalu berambisi untuk memusnahkan orang Papua.


...................................................................
http://www.kabarpapua.com

Selengkapnya......

Bogor (Papua Student) - Satu hari terakhir ini, mahasiswa Papua yang berada dibeberapa kota studi di Jawa dan Bali, berada dalam keadaan tercekam. Suasana ini dipicu oleh ketegangan antara teman-teman mahasiswa Papua di Jakarta, tepatnya di wilayah Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur dengan warga sekitar tempat tinggal mereka.

Konon warga menghendaki agar teman-teman mahasiswa Papua yang tinggal dilingkungan sekitar mereka, agar segera angkat kaki dan tidak juga melarang pemilik kontrakan dimana anak-anak Papua tinggal tersebut untuk tidak lagi menerima Orang Papua dilingkungan ini.

Dalam surat yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 18 Oktober oleh Ketua RT, Ketua RW, Keamanan RW dan beberapa wakil warga yang ditujukan kepada penghuni kontrakan disebutkan bahwa warga tidak menghendaki mahasiswa Papua untuk tinggal dilingkungan mereka, mereka menuduh penghuni kontrakan itu sering kencing disembarang tempat, suka mabuk, sering tidak mentaati aturan-aturan normatif yang berlaku bahkan tuduhan paling bombastis adalah ketika dalam surat tersebut para warga menulis bahwa penghuni kontrakan [mahasiswa Papua, red] membuat hura-hara sampai jam 02.00 Wib pagi pada tanggal 18 Oktober lalu.

Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, Kabar Papua diberitahu bahwa yang terjadi pada tanggal 17 Oktober tidak seperti yang dituduh warga. “Sebenarnya yang terajadi waktu itu adalah teman-teman mahasiswa yang ikut aksi damai di Jakarta dalam rangka mendukung peluncuran IPWP, pada waktu pulang aksi terus mereka lanjutkan dengan main-main musik dan nyanyi lagu Yospan, yang lain juga duduk-duduk sambil main besek,” ujar sumber Kabar Papua.

Pada hari Selasa [21/10/2008], setelah melakukan audiensi dengan Komnas HAM dan melakukan Konfrensi Pers, beberapa teman dari Aliansi Mahasiswa papua [AMP] yang mengikuti acara tersebut pulang ke kontrakan, lalu tiba-tiba dipanggil oleh Ketua RT setempat.

Situasi sangat tegang karena upaya-upaya mobilisasi untuk pengkondisian bentrok sudah dilakukan oleh warga. Beberapa pemuda tanggung bergerombol disalah satu sudut kampung dan memantau situasi teman-teman Papua yang sedang bernegosiasi dengan warga.

Atas mediasi salah seorang warga [anonim, red], akhirnya penghuni kontrakan mahasiswa Papua dan warga dapat memulai pertemuan mereka walaupun dalam kondisi tegang.

Konsentrasi massa pemuda warga setempat berangsur-angsur membubarkan diri setelah tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Mahasiswa Papua diminta untuk membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan keramain yang menyebabkan warga merasa terganggu.

Titik Kumpul Massa Aksi Diterobos Intiligen

Tiga hari sebelumnya, pada hari Jumat [17/10/2008], seorang intiligen menerobos masuk kedalam tempat kumpul massa aksi mahasiswa Papua di kontrakan ini. Si intel masuk ke kamar menggeledah dan mengambil satu tas tempat hand phone bergambar lambang bendera Bintang Kejora, ia mengambilnya lalu datang kepada teman-teman mahasiswi Papua yang bertugas menyiapkan konsumsi bagi massa aksi.

Dia membentak mereka “Hei, bangsat kalian, kalian ini OPM ya? Berani-beraninya berbuat makar, kalian tau nggak, ini NKRI..,” demikian cerocos si intel.

“Tas HP ini saya bawa, ada simbol separatis disini, dasar OPM bajingan!” demikian bentak si intel.

Bentakan tadi dibalas oleh salah satu mahasiswi Papua, “Ya, kami berjuang karena banyak terjadi ketidakadilan di Tanah Papua, ko pikir ko apa, ko biasa saja!” Sambil nyerocos tak karuan adat si intel pergi dengan membawa hasil curiannya.

Sumber Kabar Papua lain mengungkapkan, pada saat massa aksi hendak bergerak ke titik aksi di Bundaran HI, intel dan petugas keamanan tanpa seragam sempat memaki-maki sopir bis yang disewa massa aksi untuk menuju titik aksi dan beberapa tindakan teror lain yang sempat terjadi, tetapi massa aksi tetap tenang didalam bis, meyakinkan si sopir agar dia juga tenang dan akhirnya bis diberangkat ke medan juang.

Provokasi Warga

Karena tidak berhasil membelokkan massa aksi atau membatalkan massa aksi untuk tetap berjalan dalam aksi-aksi massa damai di Jakarta, pihak intiligen kemudian memprovokasi warga setempat melalui Ketua RT, Ketua RW dan pihak keamaman RW untuk membubarkan dan mengeluarkan mahasiswa Papua dari kontrakan yang mereka huni.

“Ini pekerjaan intiligen, mereka kalah politik, mereka kalah dilomasi lalu mereka pakai cara-cara mereka untuk batasi ruang gerak kita,” demikian kata seorang aktivis Papua Merdeka kepada Kabar Papua.

“Mereka ingin menciptakan prakondisi chaos dengan warga tetapi harapan itu tidak terjadi, kita bisa mengontrol situasi yang berkembang kearah negatif akibat provokasi murahan intiligen kampungan itu,” demikian lanjut aktivis tadi.

Kepanikan Yang Meluas

Sampai berita ini diturunkan, sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta, Bandung, Bogor, Jogjakarta, Semarang, Malang, Surabaya dan Denpasar berada dalam suasana tegang karena SMS yang beredar cukup luas dikalangan mahasiswa Papua mengenai kejadian di Jakarta, telah membesar menjadi rumors yang mendekati simpang siur.

Sumber Kabar Papua di Jakarta memberitahukan bahwa situasi ketegangan dengan warga sudah dapat dinetralisir dan keadaan untuk sementara waktu aman. Masih menurut sumber tadi, situasi kondusif yang terjadi karena teman-teman penghuni kontrakan telah membuat pernyataan sikap dan memberikan kepada pihak RT dan RW setempat untuk ditindaklanjuti kepada warga setempat.

“Sudah ada kompromi, kami sudah bicara, intinya mereka [warga, red] minta kita bikin surat pernyataan saja. Kawan-kawan lain di setiap kota di Jawa dan Bali harap tenang, tidak perlu panik tetapi kewaspadaan memang diperlukan,” demikian ungkap sumber kita.

“Jika ada sesuatu yang luar biasa, kami akan sebarkan info kilat dan siap-siap mobilisasi untuk lompat kedutaan besar mana saja di Jakarta atau angkat kaki dari Jakarta pulang ke Papua dan bikin negara sendiri seperti cita-cita kita, merdeka secara politik, berdaulat diatas tanah sendiri, merdeka buat kita harga mati...barang apa jadi...!” demikian imbauan akhir dan seruan yang sempat terucap sebelum mematikan layanan telponnya dengan Kabar Papua.


...................................................................

http://www.kabarpapua.com 

Selengkapnya......

JAKARTA (Papua Student) -Jurubicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, menegaskan bahwa tidak ada satu negara pun yang mendukung "Papua Merdeka".

"Tidak ada satu pun negara anggota PBB yang mendukung isu separatisme di Papua sehingga posisi Indonesia sangat solid," kata Dino di kantor Kepresidenan.
Dino mengemukakan hal itu saat menanggapi aksi peluncuran "International Parliamentarians for West Papua" di Inggris. Walaupun begitu, Dino mengakui bahwa memang ada segelintir anggota parlemen dan LSM yang mendukung aksi itu.

"Inisiatif International Parliamentarians itu kandas dan posisi pemerintah Inggris pun tetap mendukung integritas Indonesia," katanya di Jakarta Selasa (21/10) seperti dikutip Koran ini dari Antara News, tadi malam.
Parlemen Inggris, lanjut dia, juga menghargai serta menghormati wilayah teritorial Indonesia. "Situasi di lapangan juga baik," katanya.

Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Jurubicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, aksi tersebut tidak signifikan. Ia menjelaskan peluncuran International Parliamentarians for West Papua di Inggris pada 15 Oktober 2008 itu hanya dihadiri oleh dua orang anggota parlemen Inggris.

Sementara parlemen Inggris terdiri atas House of Lords sejumlah 746 orang dan House of Common sejumlah 646 orang-- dan sekitar 30 peserta yang umumnya LSM yang selama ini memang pro kemerdekaan Papua.

Dengan adanya peristiwa itu, lanjutnya, maka dapat dilihat bahwa masalah kemerdekaan Papua justru bukanlah suatu hal yang menjadi isu. Menurut Faiza, aksi tersebut hanya didukung oleh orang-orang yang sama yang selalu menggunakan referensi Indonesia di masa 90-an untuk memandang kasus Papua, padahal saat ini telah diberlakukan otonomi khusus di Papua sehingga isu-isu pro-kemerdekaan ini tidak relevan.

Menurut laporan dari KBRI London, kegiatan di dalam gedung parlemen tersebut tidak mendapat perhatian dari para anggota parlemen yang lain, kalangan media dan publik dan tidak secara resmi masuk dalam agenda kegiatan House of Common serta tidak tercatat dalam pengumuman di lobbi gedung Parlemen.

Selain itu kegiatan demonstrasi dengan menyanyi dan menari yang dilakukan sebelum dan setelah acara kegiatan tersebut di luar gedung Parlemen Inggris juga kurang mendapat perhatian dari publik


...................................................................
 http://www.kabarpapua.com

Selengkapnya......

Sikap Represive Aparat Disesalkan

Friday, October 24, 2008 | with 0 komentar »

Jayapura, [cepos] - Gagal melakukan demo guna menyampaikan dukungan peluncuran Kaukus International Perlemen for West Papua (IPWP) 15-18 Oktober lalu di London, Inggris tidak menyurutkan IPWP Papua untuk tetap menyuarakan asprasi tersebut.

Dalam press confrence di Sekertariat Dewan Adat Papua (DAP), Selasa (21/10), Ketua IPWP Papua Buchtar Tabuni didampingi Sekertaris IPWP Viktor F Yeimo, Koordinator umum Peluncuran IPWP Sebi Sambom, Koordinator Lapangan Elly Sirwa dan Ketua Tim Legislasi AMPTP Albert Wanimbo didampingi puluhan massa pendukungnya akhirnya mengumumkan hasil IPWP di London, Inggris yang sudah ada di tangan mereka.

4 lebar hasil IPWP dalam Bahasa Inggris itu diterjemahkan oleh Viktor F Yeimo. Isi dari hasil IPWP di London memuat beberapa poin yaitu pertama, mendesak setiap negara di Eropa untuk tidak melakukan hubungan dengan Indonesia sampai Indonesia memberikan ruang kebebasan yang damai bagi masyarakat Papua. Kedua, meminta agar ada peninjau dari pihak International menyangkut masalah di Papua. Ke-tiga, mendesak PBB untuk mendengarkan salah satu penasehat dari pengadilan Internasional dibawah hukum Internasional.

Ke-empat, seluruh kekayayaan alam di Papua digunakan sepenuhnya untuk masyarakat Papua. Ke-lima, desak Sekjend PBB untuk mereview kembali tentang aturan PBB menyangkut proses bebas memilih di Papua (menyangkut Pepera). Ke-enam, mengirim tim peninjau untuk melihat pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

Ke tujuh, meminta pemerintah Indonesia untuk membebaskan Filep Karma, Yusak Pakage dan semua tahanan politik dengan segera serta membuka akses jurnalis internasional ke Papua. Ke-delapan, mendesak agar dihentikan segala bentuk illegal loging oleh Indonesia di Papua yang dapat mengakibatkan perubahan iklim serta memonitor perjanjian mineral di Papua hingga ICJ memberikan kelayakan.

Menurut Victor, Peluncuran Kaukus yang dihadiri oleh sejumlah parlemen International di Inggris dan Eropa ini intensif dilakukan mulai pukul 15.00 - 16.30 waktu London yang dihadiri oleh dua anggota Perlemen Inggris Andrew Smith dam Lord Harries. Tidak itu saja, Vintor juga mengklaim bahwa peluncuran tersebut mendapat dukungan dari seluruh parlemen di Inggris, Eropa Amerika, para senator di Australia, New Zealand, Vanuatu, dan Papua New Guinea.

"Dari pertemuan itu juga dihadiri oleh Benny Wenda -mahasiswa, Mrs Melinda Janki dari International Human Rights Law Expert, Jeremmy Corbyn dan Opik dari Parlemen UK," papar Victor membacakan hasil tersebut.

Sementara ketika disinggung kecaman anggota DPR RI, Theo L Sambuaga terkait sponsor yang dilakukan pihak asing dalam parlemen tersebut, Koordinator umum peluncuran IPWP Sebi Sambom mengatakan bahwa Indonesia jangan ikut campur urusan negara lain yang sedang membahas permasalahan di Papua, karena saat ini Indonesia tidak bisa mengintervensi negara maju." Itu hanya komentar orang politik yang sedang dalam posisi sulit," lanjut Sebi.

Ia juga menyayangkan sikap aparat dalam aksi demo damai di Jl Irian Jayapura, Senin (20/10). Menurutnya, dari sikap represive aparat saat mengamankan dan membawa pendemo menggambarkan pada dunia bahwa di Papua memang terjadi penekanan militer terhadap masyarakat Papua Barat. Padahal menurut pria berambut gimbal ini, demokrasi itu memiliki undang-undang dan bagaimana menyampaikan pendapat dimuka umum mereka telah pahami.
" Jangan memberikan teror mental yang akhirnya menimbulkan ketakutan pada masyarakat. Kami melihat tentara dan polisi yang membangun konflik dari ketakutan tersebut," jelas Sebi.

Sementara itu, Ketua IPWP Papua Buchtar Tabuni juga menyayangkan sikap anggota DPRP yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Alasannya, saat mereka akan menyampaikan aspirasi, ternyata tidak satupun wakil rakyat berada di tempat. " Kami sudah memberitahukan sebelumnya bahwa kami akan datang tanggal sekian untuk menyampaikan pendapat, tetapi ternyata tidak ada siapa-siapa," sesal Buchtar.

Sikap semacam ini yang dianggap tidak memihak rakyat sehingga kedepannya Buchtar Cs sepakat untuk memboikot Pemilu." Kami juga akan menyurati semua mahasiswa Papua yang kuliah di Jawa, Bali, Sumatrea, Sulawesi untuk kembali menyusun kekuatan serta boikot Pemilu.
Buchtar menyampaikan bahwa dengan sikap tegas yang akan mereka ambil l itu sama artinya tidak ada legitimasi terhadap pemerintah Indonesia yang membenarkan bahwa rakyat Papua adalah bagian dari Indonesia."Papua bisa dikatakan bagian dari NKRI jika rakyat ikut memilih. Jika tidak, yah sama saja ada penolakan terhadap legalitas daerah itu," tegas Buchtar.

Pria dengan gaya khas kacamata hitam dan pakaian loreng model Army ini juga mengomentari soal penanganan para pendemo kemarin.

Dengan gagalnya penyampaian aspirasi langsung ke DPRP nampaknya membuat IPWP Papua merancang strategi lain. Buchtar Tabuni dan Victor menegaskan bahwa yang difokuskan saat ini bukan lagi menghadap DPRP, melainkan melakukan sosialisasi untuk seluruh masyarakat Papua Barat melalui parlemen yang telah dibentuknya.

" Jika Papua ( DPRP, red) tidak mau menerima ini, kami akan sampaikan di parlemen kami sendiri. Soal hasil ini akan kemana nantinya urusan parlemen," tandas keduanya seraya mengatakan bahwa mereka akan kembali mengambil sikap menyurat ke Jakarta dan PBB, tanpa menjelaskan lebihjauh meteri surat yang akan dikirim tersebut.


...................................................................

http://www.kabarpapua.com 

Selengkapnya......